Upacara tersebut rencananya dilaksanakan di depan Pendopo Alit, halaman rumah dinas Bupati, di Jalan Merbabu pada 5 Juni 2019 mendatang. Tapat di hari H Lebaran.
Peserta upacara juga akan menggunakan pakaian tradisional Jawa. Upacara ini akan diikuti pejabat eselon II, III, dan IV.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah upacara itu, lanjut Masruri saat itu, akan digelar halal bi halal.
Namun rencana tersebut menuai protes dan kritik. Salah satunya dari Forum Umat Islam Boyolali (FUIB). Sejumlah orang dari FUIB mendatangi kantor Sekretariat Daerah (Setda) Boyolali pada Jumat (31/5) siang untuk menyampaikan keberatannya.
Mereka berharap upacara tersebut bisa diundur.
"Kami memberikan masukan. Yang pertama, mengajukan keberatan atas pelaksanaan (upacara) Hari Jadi Boyolali yang bertepatan dengan 1 Syawal atau 5 Juni (2019)," kata Ketua FUIB, Hufron Rofa'i, ditemui usai audiensi dengan Sekda.
Mereka menilai 1 Syawal adalah Hari Raya Umat Islam dan merupakan hari yang sangat sakral. Hari untuk bersilaturahmi. Jika disibukkan dengan acara kenegaraan, lanjut Hufron, dikhawatirkan akan mengurangi kesakralan itu.
Kritik juga datang dari Kemendagri. Kemendagri menilai upacara itu tidak tepat dilaksanakan jika mengganggu kepentingan umum.
"Jika pagelaran upacara tersebut akan mengganggu kepentingan umum dan kurang bermanfaat untuk kesejahteraan dan ketertiban masyarakat, itu tidak elok dan tidak sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik," kata Plt Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, Jumat (31/5).
Pada prinsipnya, menurut Akmal, penyelenggaraan pemerintahan harus sesuai dengan asas kemanfaatan kepentingan umum. Asas itu perlu diwujudkan dalam rangka mewujudkan pemerintah yang baik.
"Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik dalam kebijakan otonom daerah, harus sesuai dengan asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, salah satunya administrasi pemerintahan harus sesuai dengan asas umum pemerintahan yang baik, antaranya asas kemanfaatan dan asas kepentingan umum," jelas Akmal.
Diwawancara di hari yang sama, Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengatakan bahwa rencana tersebut bukan masalah besar.
"Terserah saja enggak apa-apa. Kalau itu dirembuk saja, membuat sepakat," kata Ganjar usai membagikan takjil kepada masyarakat di Manahan, Solo, Jumat (31/5).
"Enggak pulang kan nggak apa-apa. Apa harus mudik? Mudiknya habis itu kan bisa, tinggal kesepakatan saja, diomongkan baik-baik. Ini masalah kecil kok," ujarnya.
Dia menceritakan hal serupa juga pernah terjadi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah. Saat itu Pemprov memiliki tradisi sungkeman dengan gubernur usai salat Idulfitri.
Namun Ganjar akhirnya menghentikan tradisi itu. Acara sungkeman diganti halal bihalal saat masuk hari pertama.
"Dulu zaman saya awal-awal gubernur juga tradisi lama setelah salat id sungkem semua ke gubernurnya. Setelah saya, saya bubarkan. Saya suruh pulang semua, salamannya pas masuk," tutupnya.
Keesokan harinya, Sekda Boyolali, Masruri menyampaikan bahwa rencana tersebut akhirnya dibatalkan.
"Iya (dibatalkan), karena waktunya berhimpitan dengan salat Idul Fitri dan atas masukan dari berbagai pihak," kata Masruri, Sabtu (1/6).
Meski upacara dibatalkan, tetapi kegiatan peringatan HUT di tingkat kabupaten tetap dilaksanakan secara sederhana. Yaitu dengan menggelar tumpengan di rumah dinas Bupati Boyolali yang dilaksanakan seusai salat Ied.
"Upacara peringatan Hari Jadi ke-172 Kabupatan Boyolali di tingkat kecamatan ditiadakan. Upacara di tingkat Kabupaten disederhanakan dengan tumpengan di rumah dinas Bupati Boyolali dengan undangan terbatas eselon II, eselon III a dan semua panitia," terang Masruri yang juga Ketua Umum Panitia Peringatan Hari Jadi ke-172 Kabupaten Boyolali.
Penyederhanaan acara dilakukan dengan acara yang diringkas. Diawali dengan keluarnya tunggul Bendera Merah Putih dan tunggul lambang daerah dan pembacaan sejarah Boyolali.
"Akan ada sambutan singkat dan doa diteruskan tumpengan. Kemudian setelah tumpengan ada acara bersalam-salaman bersama jajaran Forkopimda Kabupaten Boyolali dan boleh diikuti masyarakat umum hingga pukul 09.30 WIB," jelasnya.
Masruri juga mengemukakan, acara lainnya tetap dilaksanakan sesuai jadwal. Seperti Niti Tilas Ki Ageng Pandanaran dan ziarah di makam Ki Ageng Pandanaran. Niti tilas akan digelar pada Selasa (4/6) malam di Kali Gede.
"Niti Tilas tetap. Ada pembacaan Al Quran, dzikir dan tahlil. Untuk Niti Tilas menggabungkan kearifan lokal dengan agama dan ditutup dengan takbir bersama," tandas Masruri. (sip/sip)