"Terserah saja enggak apa-apa. Kalau itu dirembuk saja, membuat sepakat," kata Ganjar usai membagikan takjil kepada masyarakat di Manahan, Solo, Jumat (31/5/2019).
Rencana tersebut menimbulkan kontroversi karena waktu upacara yang berbarengan dengan masa liburan dan mudik. Namun Ganjar menilai mudik tidak harus dilakukan sebelum lebaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia menceritakan hal serupa juga pernah terjadi di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah. Saat itu Pemprov memiliki tradisi sungkeman dengan gubernur usai salat Idulfitri.
Namun Ganjar akhirnya menghentikan tradisi itu. Acara sungkeman diganti halal bihalal saat masuk hari pertama.
"Dulu zaman saya awal-awal gubernur juga tradisi lama setelah salat id sungkem semua ke gubernurnya. Setelah saya, saya bubarkan. Saya suruh pulang semua, salamannya pas masuk," tutupnya.
Diberitakan sebelumnya, rencana Pemkab Boyolali menggelar upacara hari jadi ke-172 bertepatan dengan 1 Syawal atau Hari Raya Idul Fitri, menuai protes. Sejumlah orang yang tergabung dalam Forum Umat Islam Boyolali (FUIB) mengajukan keberatan atas rencana tersebut.
FUIB mendatangi kantor Sekretariat Daerah (Setda) Boyolali hari ini. Mereka juga meminta upacara diundur.
"Kami memberikan masukan. Yang pertama, mengajukan keberatan atas pelaksanaan (upacara) Hari Jadi Boyolali yang bertepatan dengan 1 Syawal atau 5 Juni (2019)," kata Ketua FUIB, Hufron Rofa'i, ditemui usai audiensi dengan Sekda di ruang rapat kantor Setda Boyolali, Jumat (31/5/2019).
Masukan tersebut disampaikan karena 1 Syawal adalah Hari Raya Umat Islam dan merupakan hari yang sangat sakral.
"Kita sudah terbiasa, setelah salat Ied itu kita ngumpul sama mertua, bapak ibu, sowan untuk saling maaf memaafkan, untuk saling bersilaturahmi dari tetangga ke tetangga yang lain. Itu sudah menjadi tradisi kita bersama," jelas Hufron. (bai/mbr)