"Mereka tergiur dengan imbalan Rp 5-10 juta," ujar Wakil Rektor I UM Surabaya, Azis Alimul Hidayat kepada detikcom, Rabu (22/5/2019).
Keempat joki tersebut yakni Ridwan Nur (19) dan Muhammad In'am Jawazi (20) yang mengaku sebagai mahasiswa UGM, kemudian Riantama Rasunda (20) yang mengaku sebagai mahasiswa ITB, dan Miftakul Munif (19) seorang alumnus SMA N 2 Kediri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini, lanjut Aziz, sudah ditangani pihak kepolisian setempat. Polisi turun tangan setelah informasi mengenai penangkapan joki di UM Surabaya menyebar, lalu aparat kepolisian berinisiatif mendatangi kampus.
"Karena informasinya sudah menyebar dan ramai, kemudian ada kepolisian yang datang. Jadi kami menyerahkan ke pihak yang berwenang. Ya karena sudah ada pihak kepolisian, ya diserahkan ke polisi," tutur Azis.
Ketua Majelis Dikti Litbang PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad, membeberkan awal mula terbongkarnya praktik perjokian ini. Para joki, kata Arsyad, mencoba mengelabui pengawas dengan menyamar menjadi peserta ujian.
Di tengah-tengah ujian berbasis computer based test (CBT) tersebut, lanjut Arsyad, keempat joki mencoba membagikan kertas berisi jawaban kepada peserta yang menjadi pengguna joki. Lantas praktik ini dipergoki pengawas.
"Lha ternyata setelah dikonfirmasi oleh petugas atau pengawasnya (ujian) ternyata mereka joki. Jadi mereka joki yang juga mendaftar sebagai peserta," jelas Arsyad yang juga tercatat sebagai pengajar di FEB UGM tersebut.
Mendapati praktik ilegal ini, Arsyad yang ketika itu sedang berada di UM Surabaya turut mengintrogasi joki dan pengguna joki. Si pengguna joki mengaku harus merogoh kocek Rp 125 juta kepada seorang makelar joki.
"Dia bayarnya Rp 125 juta, tapi ternyata (bayarnya) tidak langsung ke joki, kayaknya ada kordinatornya, ada makalernya. Jadi ketika saya tanya sama jokinya, ada yang dapat Rp 10 juta, ada yang dapat Rp 5 juta," katanya.
Sementara Kepala Bagian Humas dan Protokol UGM, Iva Aryani, menyatakan pihaknya sudah mencoba mengusut dugaan keterlibatan mahasiswanya dalam praktik perjokian di UM Surabaya.
Iva menjelaskan, berdasarkan penelusuran di data base kemahasiswaan hanya satu nama joki yang dinyatakan cocok dengan nama mahasiswa UGM, sementara satu nama lainnya tidak ditemukan di data kemahasiswaan.
"Dari dua nama yang disampaikan oleh Universitas Muhammadiyah Surabaya, itu satu nama yang namanya sama dan ada ditemukan dalam data kemahasiswaan UGM, tapi yang satunya tidak," ujar Iva kepada detikcom.
Satu nama yang dinyatakan cocok yakni Ridwan Nur, mahasiswa Departemen Teknik Elektro dan Teknologi Informasi UGM. Sementara nama Muhammad In'am Jawazi tak ditemukan di data base kemahasiswaan UGM.
Terkait kasus ini, kata Iva, Tim Etik Fakultas Teknis UGM telah bergerak untuk mendalami praktik perjokian tersebut. Jika nantinya tim etik menyimpulkan Ridwan bersalah, maka akan ada sanksi tegas dari pihak kampus.
"Ya pasti akan ada sanksi tegas (dari UGM). Karena segala macam bentuk prilaku yang tidak baik, melanggar tata aturan pasti akan ada tindakan tegas dan sanksi tegas dari universitas," jabar dosen Fakultas Filsafat UGM ini.
Sedangkan pihak ITB juga sedang menelusuri dugaan keterlibatan mahasiswanya dalam praktik perjokian di UM Surabaya. Pihak ITB berjanji akan memberikan sanksi tegas bila mahasiswanya tersebut terbukti bersalah.
"ITB akan memproses, di kita ada Komisi Etik. Ada sanksi akademik teguran sampai DO, (akan) kita kaji sampai level mana pelanggarannya," ucap informan dari ITB, Miming kepada detikcom, Rabu (22/5) kemarin. (ush/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini