Kepala Badan Saksi DPD PDIP Jawa Tengah, Saiful Hadi mengatakan pihaknya menyampaikan sikap keberatan kepada Bawaslu RI. Ia menjelaskan, proses rekap di Jawa Tengah berjalan lancar hingga tingkat provinsi, namun saat rekapitulasi tingkat nasional tanggal 15 Mei 2019 lalu, tiba-tiba muncul surat dari Bawaslu terkait permasalahan di Dapil Jateng V tepatnya Kabupaten Klaten.
"Bawaslu mengeluarkan surat yang berawal dari pelaporan Zeni Abdul Hamid yang dipermasalahkan legal standingnya," kata Saiful di Semarang, Minggu (19/5/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak ada parpol yang diundang. Zeni juga bukan peserta pemilu, mengatasnamakan siapa juga tidak disebutkan," pungkasnya.
Laporan Zeni adalah terkait dugaan salah hitung di sejumlah desa. Saiful menjelaskan jika ada masalah seperti itu seharusnya bisa disampaikan di rekapitulasi tingkat sebelumnya. Prosedur lain yang dianggap cacat yaitu pencermatan kembali yang dilakukan hanya berdasarkan foto plano di telepon seluler, padahal aturannya pencocokan harus dengan dokumen yang sah. Hal itu sudah diatur dalam Undang-undang tentang Pemilu
"Tanggal 14 malam sebenarnya sudah layangkan surat keberatan ke Bawaslu Klaten bahwa mekanisme sidang cepat cacat hukum, kami minta ditinjau kembali berdasar DC1 resmi," terang Saiful.
Saiful memahami KPU tidak bisa menolak Bawaslu, namun menurutnya Bawaslu RI tidak mencermati hasil sidang cepat dan meminta KPU RI melaksanakan hasil sidang itu. "Ini cacat hukum," jelas Saiful.
Dalam hasil sidang cepat Bawaslu itu, sebenarnya perubahan terjadi hanya di PDIP. Beberapa suara caleg ada yang berkurang dan bertambah yaitu caleg DPR RI nomor 3 berkurang 15 suara, nomor 5 berkurang 2 suara, nomor 7 bertambah 17 suara, dan nomor 8 berkurang 4 suara. Suara Puan Maharani dan Aria Bima tidak berubah.
"Jumlah total bertambah 1 suara dari 899.046 jadi 899.047 suara. Bagi kami 1 suara itu penting dan sampai sekarang belum tahu 1 suara itu dari mana," pungkasnya.
Saiful menegaskan pihaknya lebih menyoroti pada langkah dan wewenang Bawaslu yang melampaui batas serta tidak melalui mekanisme yang benar. Ia juga menyayangkan tidak ada tanggapan surat keberatan yang dikirim tanggal 14 Mei 2019.
"Maka kami tanggal 17 Mei mengirim surat ke Bawaslu RI untuk permohonan koreksi atas putusan Bawaslu Klaten. Tahapan (tingkat kabupate) sudah selesai, harusnya kalau selesai, hukum yang ditempu ya MK," kata Saiful.
"Kami sebgai peserta pemilu merasa dizolimi, pencermatan tingkat Kabupaten kami tidak diundang," imbuhnya.
Simak Juga 'Bawaslu Ungkap 8.000 Laporan dan Temuan Pelanggaran Pemilu!':
(alg/bgs)