Lokasi masjid berada Jalan Layur Kelurahan Dadapsari, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Masjid ini merupakan cagar budaya karena sudah ada sejak sekitar 1820-an. Setua itu pula tradisi menyeduh kopi Arab atau yang juga dikenal sebagai kopi tahlil itu.
"Tradisi kopi ini sudah ada sejak dulu. Dulu orang-orang di sini membuatnya dan menyuguhkan ke masjid. Tapi sekarang beda, terakhir hanya dibuat di rumah Pak Ali, marbot masjid, ini juga rumah milik masjid," kata sesepuh Abu Bakar bin Salim Alatas kepada detikcom.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap harinya disiapkan kopi untuk sekitar 50 cangkir. Cara pembuatannya yaitu dengan merebus dahulu rempah-rempah yang terdiri dari serai, daun pandan, jahe, kayu manis, daun jeruk, kapulaga, dan cengkeh.
"Jadi pertama merebus bumbunya dahulu baru diberi kopi," kata Abu Bakar.
![]() |
Rebusan kopi dan rempah itu kemudian disaring ke teko untuk diseduh ke cangkir-cangkir di dalam Masjid. Biasanya kopi disandingkan dengan makanan ringan dan makanan berat tergantung dengan apa yang tersedia. Namun yang pasti selalu ada kurma di sana.
"Biasanya ada donatur," ujarnya.
Rasa kopi Arab tersebut cukup nikmat dengan wangi rempah dan rasa hangat dari jahe ketika ditelan. Abu Bakar menjelaskan tidak ada masalah kopi tersebut langsung diminum meski perut dalam keadaan kosong.
"Hangat, manis, pedas rasanya. Tidak membuat sakit perut, justru bagus buat kesehatan. Tidak ada side efek, kecuali mungkin yang punya maag akut," pungkas Abu Bakar.
![]() |
Bagi yang penasaran bisa datang saat menjelang berbuka karena siapapun boleh menikmati kopi Arab termasuk musafir yang ingin mampir.
"Siapapun boleh, kita tidak membeda-bedakan. Ini hanya ada saat Ramadhan," ujarnya. (alg/mbr)