Rizal mengungkapkan bahwa dia pernah melontarkan pertanyaan yang sama kepada dua capres yang akan berlaga di Pemilu April mendatang. Pertanyaan tersebut berkaitan dengan revisi UU ITE yang menjadi polemik saat ini.
"Saya ingin tahu dari kedua calon (capres) siapa yang pro demokrasi, logikanya harusnya Pak Jokowi dong dari sipil. Saya tanya ke Pak Prabowo, 'Pak Prabowo kalau kepilih (jadi presiden) besok mau tidak revisi UU ITE?', beliau menjawab mau, alasannya supaya ada kelangsungan demokrasi," ujarnya kepada wartawan di kampus Fisipol UGM, Sleman, Kamis (4/4/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemberangusan demokrasi itu, lanjut Rizal, adalah di saat seseorang yang salah berucap, khususnya melalui akun media sosial, bisa berurusan dengan hukum bahkan mendekam di penjara. Menurutnya, hal tersebut lebih berbahaya daripada undang-undang masa kolonial.
"Dulu saya saat jadi pimpinan mahasiswa diadili, ditangkap selama satu setengah tahun karena dianggap menghina Presiden. Hari ini orang langsung bisa ditangkap pakai UU ITE kalau salah omongan di medsos, ini lebih gawat daripada undang-undang kolonial," katanya.
Kendati demikian, Rizal tidak serta merta menolak adanya UU ITE di Indonesia. Dia ingin agar pelaksanaan UU ITE tidak menghalangi proses demokrasi yang berlangsung di Indonesia.
"Saya setuju UU ITE untuk melawan kejahatan elektronika, kejahatan keuangan, terorisme dan kejahatan sex. Tapi saya tidak setuju UU ITE dipakai untuk memberangus demokrasi," pungkasnya.
Ikuti perkembangan Pemilu 2019 hanya di detik.com/pemilu
(mbr/mbr)











































