"Kalau untuk teknis melipat surat suara tidak ada kendala, tapi susahnya itu kita harus menahan kencing sampai sore. Karena akses ke kamar mandinya sulit dan agak naik (jalur yang dilalui ke kamar mandi KPU Bantul)," ujar salah satu difabel yang ikut dalam pelipatan dan penyortiran surat suara Pemilu, Sri Lestari (43) kepada detikcom, Rabu (27/3/2019).
Padahal, lanjut warga Dusun Pinggir, Desa Ndagan, Kecamatan Bambanglipuro, Bantul ini saat hari pertama pelipatan surat suara, ia bersama teman-temannya masih bisa ke kamar mandi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal senada juga diungkapkan oleh Saliyem (61), penyandang difabel lain yang terlibat dalam pelipatan surat suara di Kantor KPU Bantul. Menurutnya, untuk menyiasati kesulitan akses ke kamar mandi saat ingin buang air, ia terkadang buang air terlebih dahulu sebelum berangkat melipat surat suara di Kantor KPU Kabupaten Bantul.
"Jadi untuk antisipasi sulit ke kamar mandi ya buang air dulu di rumah, tapi kalau di tengah-tengah melipat surat suara kebelet (buang air) ya ditahan sampai sore," ucapnya.
Menurut Saliyem, hal itu harus dilakukan karena ia bersama teman-teman penyandang difabel lainnya dibayar menurut berapa surat suara yang berhasil dilipat. Karena itu, apabila membuang waktu sama saja uang yang didapatkannya akan berkurang.
"Jadi bayarannya itu untuk satu lembar yang dilipat dihargai Rp 150, dan untuk satu boks isinya 500 surat suara. Nah, dalam sehari kira-kira satu grup bisa menyelesaikan tujuh boks," katanya.
"Untuk jam kerjanya dari jam 8 pagi sampai 4 sore dan hari Minggu libur," imbuh Saliyem.
Menurut kalkulasi detikcom, jika berhasil menyelesaikan pelipatan satu boks yang berisi 500 surat suara, mereka mendulang Rp 75 ribu. Sedangkan jika berhasil menyelesaikan 7 boks surat suara, maka penghasilan yang diperoleh satu grup tersebut setiap harinya Rp 525 ribu.
"Tapi penghasilannya itu dibagi satu grup yang isinya lima orang, karena kan kerja bersama-sama. Dari uang yang saya dapat, nanti Rp 10 ribu untuk makan dan Rp 25 ribu untuk bayar ojek pulang balik, tapi kalau dihitung-hitung lumayan dibandingkan hasil dari merajut tas," ujarnya.
Saliyem menambahkan, bahwa ia menikmati kegiatan melipat surat suara tersebut. Hal itu karena banyak teman sesama penyandang difabel yang ikut serta dalam kegiatan tersebut.
"Untung banyak temannya, jadi saya senang (melakukan pelipatan dan penyortiran surat suara)," pungkasnya.
Diwawancara terpisah, Ketua KPU Kabupaten Bantul, Didik Joko Nugroho, akan mengkaji masalah ini.
"Memang kita akui untuk kamar mandi (di KPU Bantul) masih terbatas, saya kira itu bagian yang perlu kita kaji kedepannya," ujar Ketua KPU Kabupaten Bantul, Didik Joko Nugroho melalui pesan singkat kepada detikcom, Rabu (27/3).
Didik melanjutkan, meski mengalami keterbatasan jumlah kamar mandi, ia mengaku telah menyediakan akses bagi petugas pelipat surat suara untuk buang air ke kamar mandi. Mengenai sulitnya akses ke kamar mandi yang dialami petugas pelipat surat suara dari penyandang disabilitas, KPU akan berupaya membuatkan akses.
"Kalau dari sisi pendopo KPU (Bantul) sih kita buat akses (petugas pelipat surat suara ke kamar mandi). Dan kedepannya, untuk toilet kita upayakan agar (para petugas lipat difabel) tetap bisa akses juga," ucap Didik. (sip/sip)











































