Kasie Pengawasan Barang BNPT, Faizal Yan Aulia mengatakan, bahwa workshop video pendek yang digelar mempertontonkan beberapa video, salah satunya video berjudul 'Memanfaatkan anak-anak untuk aksi terorisme'. Menurut Faizal, dengan media video pendek membuat kaum milenial khususnya para pelajar tidak merasa bosan saat diberi penyuluhan terkait bahaya paham radikalisme dan aksi terorisme.
"Biasanya kalau generasi milenial disodori hal-hal yang serius tidak akan kena, karena itu dibuat non formal dan tidak saklek dengan workshop dan lomba video pendek ini," ujarnya saat ditemui di Hotel Ros-In, Jalan ringroad selatan, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Kamis (21/3/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Faizal mengatakan video pendek juga dipilih sebagai media penanggulangan terorisme di kalangan pelajar karena saat ini memasuki era digital. Hal itu membuat video berisi propaganda paham-paham tertentu mudah tersebar khususnya lewat medsos.
"Saat ini banyak pelaku terorisme dari kalangan pemuda. Salah satu penyebabnya karena mereka menonton video yang berisi paham radikalisme, dan video itu dengan mudah tersebar melalui medsos. Harapan kami dengan workshop ini para pelajar bisa membedakan mana video yang layak ditonton dan tidak," katanya.
Sementara itu, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DIY, Mukhtasar Syamsuddin menuturkan selain workshop video pendek dari BNPT, FKPT mengadakan lomba video pendek dengan tema 'Satu Indonesia'. Syamsuddin menyebut ada 14 peserta yang berpartisipasi dalam lomba tersebut.
"FKPT kan sifatnya lebih ke pencegahan, bukan menanggulangi, jadi programnya ya pencegahan seperti lomba video pendek dan diskusi film. Tema video sengaja dipilih satu Indonesia agar meningkatkan rasa nasionalisme kaum milenial sejak dini," ujarnya.
Wakil Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih mendukung penuh kegiatan yang digelar BNPT bersama FKPT tersebut. Menurutnya, saat ini pemicu aksi terorisme mulai disuntikkan perlahan-lahan melalui media agama. Selain itu, penyebar paham tersebut menyisipkan sisi kontroversial dengan dalih agama.
"Pemerintah (Kabupaten Bantul) mendukung kegiatan seperti ini. Karena gini, paham radikal itu dimulai dengan injeksi-injeksi agar seseorang membenci orang-orang yang memiliki pandangan berbeda, terus karena dianggap tidak sama melakukan tindak kekerasan radikal dengan membunuh. Nhah, irosnisnya doktrinasinya itu adalah jihad fisabilillah, padahal itu upaya menyalahgunakan Al-Qur'an dan hadist," katanya.
Padahal, menurut Halim, Tuhan telah menakdirkan umatnya di jalur yang berbeda-beda, baik dari suku dan keyakinan. Karena itu, ia menilai tidak seharusnya perbedaan itu dipermasalahkan.
"Jadi sepertinya perlu pemahaman agar orang-orang tidak perlu sewot ketika melihat sebuah perbedaan," pungkasnya.
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini