Cerita Yatin Suarakan Tolak Tambang Lereng Merapi di Khotbah Salat Jumat

Cerita Yatin Suarakan Tolak Tambang Lereng Merapi di Khotbah Salat Jumat

Eko Susanto - detikNews
Rabu, 27 Feb 2019 11:31 WIB
Kades Ngargomulyo, Yatin. Foto: Eko Susanto/detikcom
Magelang - Yatin menyuarakan penolakan terhadap penambangan di lereng Gunung Merapi jauh sebelum menjadi kepala desa. Penolakannya saat itu disampaikan ke warga salah satunya melalui khotbah salat Jumat.

"Kalau saya kebetulan saya dipercaya menjadi khatib Salat Jumat, nah kadang-kadang saya sampaikan lewat khotbah-khotbah betapa pentingnya tentang pendidikan lingkungan pada anak cucu kita," tuturnya saat ditemui di Kantor Desa Ngargomulyo, Selasa (26/2/2019).

Pihak pro pertambangan yang terusik dengan suara Yatin pun melakukan perlawanan. Mereka terkadang mendatangi Yatin dan membujuknya agar ikut menandatangi rekomendasi atas penambangan. Bahkan ketika itu sering berhadapan dengan preman dan mendapatkan intimidasi. Namun demikian, kata Yatin, tak membuatnya goyah atas pendiriannya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bentuk intimidasi kadang-kadang mereka datang ke tempat saya misalnya bawa preman. Saya manusia kadang takut, tapi bagaimana saya punya keyakinan bahwa alam kalau dibiarkan terus akan rusak dan suatu saat ketika alam rusak akan lebih menakutkan daripada diintimidasi itu. Intimidasi kan secara personal, tapi kalau alam rusak, kita tidak punyai air justru akan menakutkan kehidupan," ujar bapak dua putera ini.

"Karena diintimidasi itu, dulu pernah selama tiga hari nggak pulang. Kebetulan saya petani, di atas (perkampungan atas) memelihara sapi tidur di kandang sapi," kenangnya sambil berkelakar ketakutan saat itu karena badannya kecil.


Karena kegigihannya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan ini, warga pun memberikan kepercayaan menjadi anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Setelah itu, dipercaya pula menjadi Bendahara PKK dan warga mendukung untuk menjadi anggota BPD (Badan Permusyawatan Desa). Bahkan ia terpilih menjadi Ketua BPD. Lambat laut, seiring dengan berakhirnya masa jabatan kepada desa, pada tahun 2007 warga pun mendukungnya maju menjadi kepala desa dan akhirnya memenangi dalam pemilihan kepala desa tersebut.

"Waktu itu, disuruh nyalon oleh warga, gratis karena nggak punya duit. Saya gratis, calon tiga dapat suara terbanyak. Saat mau dilantik beli seragam baju putih nggak punya uang, saya utang di BMT Rp1,5 juta," kenangnya.

Dua tahun setelah menjadi kepala desa membuat Peraturan Desa 3 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan. Dalam Perdes tersebut, pada Bab V tentang Pengelolan Lingkungan mencakup beberapa bagian. Pada bagian kesatu yakni Hutan Rakyat dalam Pasal 5 disebutkan pengelolaan hutan dilaksanakan dengan melaksanakan tebang tanam, tebang pilih, melarang penambangan dengan menggunakan alat berat, melarang kegiatan berburu dan menembak satwa yang dilindungi dan melarang pembuangan sampah non organik di dalam hutan rakyat.

Selain itu, dalam pasal 6 perdes tersebut disebutkan melarang penambangan bahan galian c dalam radius 100 m dari sumber mata air dan atau sungai, melakukan penanaman pohon tertentu dalam radius 50 m dari sumber mata air dan sungai. Berikutnya, dilarang menangkap ikan dengan cara menyetrum, menggunakan racun atau bahkan peledak lainnya yang dapat merusak ekosistem dan dilarang membuang sampah organik dan nonorganik di sekitar sumber mata air dan sungai. Kemudian untuk pengambilan air dari sumber mata air yang berada di wilayah desa mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa.

"Masih ada tarik ulur, intinya mengatur lingkungan. Salah satunya ada mata air, 100 meter dari mata air tidak boleh ditambang, menambang tidak boleh pakai begho. Perdes ini sangat simpel produk desa memakai bahasa desa. Kami dulu konsultasi dengan kabupaten nggak boleh sanksi yang bersifat pidana, kita hanya lapor saja, tidak boleh mencantumkan hukuman fisik dan sebagainya," tutur Yatin.


Namun demikian, pada tahun 2010 terjadi erupsi Merapi, sehingga dulunya yang mulai menghijau hancur semuanya. Setelah itu, Yatin dengan dukungan warga masyarakat membelikan 50.000 bibit tanaman. Bibit tersebut antara lain jambu, sengon dan lainnya.

"Setelah masyarakat bersama-sama dari DLH, NGO dan masyarakat membeli, hutan rakyat dari kurun waktu 3 tahun ini vegetasinya sudah mulai tumbuh. Setelah itu, semakin bagus-bagus sumber air bertahan," katanya seraya menyebut pernah menjadi juara program kampung iklim.

Untuk mata air berdasarkan pendataannya, pada tahun 2009 ada 101, kemudian pada 2011 didata lagi sudah mengalami penurunan jumlahnya 59 bertahan tahun 2014. Berikutnya, pada awal tahun 2019 ini melakukan pendataan dengan menggerahkan relawan maupun perangkat ada 132 sumber mata airnya. Salah satu sumber mata air tersebut ditemukan di Kali Lamat yang dulunya digunakan untuk lokasi penambahan. Yatin mengakui sumber mata air di Kali Lamat ditemukan pada September 2018, lalu.

"Apa yang saya lakukan ini murni untuk masyarakat, untuk masa depan anak cucu saya biar kebagian air, kebagian pasir," pungkasnya. (sip/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads