Perdes tersebut dibuat setelah dua tahun Yatin menjadi kepala desa. Dalam Perdes tersebut, pada Bab V tentang Pengelolan Lingkungan mencakup beberapa bagian. Pada bagian ke satu yakni Hutan Rakyat dalam Pasal 5 disebutkan pengelolaan hutan dilaksanakan dengan melaksanakan tebang tanam, tebang pilih, melarang penambangan dengan menggunakan alat berat, melarang kegiatan berburu dan menembak satwa yang dilindungi dan melarang pembuangan sampah non organik di dalam hutan rakyat.
Selain itu, dalam pasal 6 perdes tersebut disebutkan melarang penambangan bahan galian c dalam radius 100 m dari sumber mata air dan atau sungai, melakukan penanaman pohon tertentu dalam radius 50 m dari sumber mata air dan sungai. Berikutnya, dilarang menangkap ikan dengan cara menyetrum, menggunakan racun atau bahkan peledak lainnya yang dapat merusak ekosistem dan dilarang membuang sampah organik dan nonorganik di sekitar sumber mata air dan sungai. Kemudian untuk pengambilan air dari sumber mata air yang berada di wilayah desa mendapatkan persetujuan dari pemerintah desa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun demikian, pada tahun 2010 terjadi erupsi Merapi, sehingga dulunya yang mulai menghijau hancur semuanya. Setelah itu, Yatin dengan dukungan warga masyarakat membelikan 50.000 bibit tanaman. Bibit tersebut antara lain jambu, sengon dan lainnya.
"Setelah masyarakat bersama-sama dari DLH, NGO dan masyarakat membeli, hutan rakyat dari kurun waktu 3 tahun ini vegetasinya sudah mulai tumbuh. Setelah itu, semakin bagus-bagus sumber air bertahan," katanya seraya menyebut pernah menjadi juara program kampung iklim.
Untuk mata air berdasarkan pendataannya, pada tahun 2009 ada 101, kemudian pada 2011 didata lagi sudah mengalami penurunan jumlahnya 59 bertahan tahun 2014. Berikutnya, pada awal tahun 2019 ini melakukan pendataan dengan menggerahkan relawan maupun perangkat ada 132 sumber mata airnya. Salah satu sumber mata air tersebut ditemukan di Kali Lamat yang dulunya digunakan untuk lokasi penambahan. Yatin mengakui sumber mata air di Kali Lamat ditemukan pada September 2018, lalu.
"Apa yang saya lakukan ini murni untuk masyarakat, untuk masa depan anak cucu saya biar kebagian air, kebagian pasir," kata Yatin.
Desa Ngargomulyo, merupakan salah satu desa di Kabupaten Magelang yang masuk kawasan rawan bencana (KRB) III. Untuk jarak dari puncak Merapi hingga desa ini sekitar 8 km dan mayoritas penduduknya menjadi petani.
Dulunya di desa lereng Merapi ini menjadi salah satu lokasi penambangan dengan menggunakan alat berat. Bahkan bekas lokasi penambangan tersebut sampai sekarang ini masih terlihat di Kali Lamat yang juga masuk wilayah desa ini.
Masa kecil Yatin dilahirkan di lereng Merapi, namun semenjak SMP hingga lulus SMA, tinggal di Panti Asuhan Muhammadiyah Muntilan. Sebelum Yatin lahir, ayahnya telah meninggal dunia, kemudian pada saat umur 6 bulan, ibunya juga meninggal dunia. Ia pun tak menampik jika menjadi salah satu alumni panti asuhan dan setelah lulus SMA Muhammadiyah 1 Muntilan, baru kembali di kampung halamannya.
Saat kembali di kampungnya tersebut muncul kegalauan akan kerusakan alam. Hal ini mengingat sewaktu kecil, desanya yang pepohonan menghijau berubah menjadi lokasi penambangan. Kemudian sumber mata air yang dulunya mengalir, namun karena ada penambangan tersebut lambat laut debit menurun, bahkan ada yang mati.
Keprihatin lainnya saat terjadi penambangan, anak-anak pelajar SMP tidak mau masuk sekolah. Mereka memilih di rumah mencegat truk-truk pengangkut pasir berdalih untuk membantu menaikan pasir atau nyengrong. Terkadang, para pelajar ini upahnya mendapatkan rokok yang berpengaruh buruk. Selain itu, akibat lain penambangan jalur evakuasi menjadi rusak.
Kemudian dalam kegalauan tersebut, ia bertemu dengan pastur, Romo Kirjito yang mengajaknya diskusi mengenai upaya penyelamatan lingkungan. Lambat laut ada kecocokan, kemudian diajak bergabung dalam Komunitas Semut Merapi. Komunitas ini salah satunya bertujuan untuk menyelamatkan lingkungan.
"Setelah lulus SMA, saya galau dan prihatin melihat desanya yang dulunya hijau berubah menjadi lokasi pertambangan. Dalam kegalauan ini saya bertemu bertemu dengan seorang pastur, Romo Kirjito. Saya diajak bergabung dalam komunitas Semut Merapi, yang salah satunya melakukan penyelamatan lingkungan," kata Yatin.
Lewat komunitas itu, Yatin pun mulai menyampaikan pentingnya menjaga dan melestarikan lingkungan yang ada kepada masyarakat. Karena kegigihannya untuk menjaga dan melestarikan lingkungan ini, warga pun memberikan kepercayaan menjadi anggota Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD). Setelah itu, dipercaya pula menjadi Bendahara PKK dan warga mendukung untuk menjadi anggota BPD (Badan Permusyawatan Desa). Bahkan ia terpilih menjadi Ketua BPD. Lambat laut, seiring dengan berakhirnya masa jabatan kepada desa, pada tahun 2007 warga pun mendukungnya maju menjadi kepala desa dan akhirnya memenangi dalam pemilihan kepala desa tersebut.
(sip/sip)











































