"60 hektare di antaranya terendam banjir. Dari lahan sawah di Desa Undaan Lor seluas 240 hektare," kata Kepala Desa Undaan Lor, Edy Parnoto, ditemui wartawan di desanya, Selasa (5/2/2019).
Menurut Edy sudah seminggu terakhir air masih menggenangi sejumlah lahan milik petani tersebut. Praktis, petani harus segera memanen. Kalau tidak, bisa terancam gagal panen atau puso.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dampak banjir di sawah itu, kata dia, padi mengalami penurunan kualitas, juga mengalami penurunan harga. Dengan harga borongan oleh tengkulak bisa mencapai Rp 35 juta per hektare.
"Namun padi yang terendam banjir harga tertinggi saat ini hanya mencapai Rp 25 juta per hektare," ujarnya.
Dia menyatakan normalisasi sungai harus dilakukan. Sebab, air yang saat ini menggenangi lahan persawahan tidak bisa dibuang ke sungai. Hal itu juga karena debit air yang ada di sungai masih cukup tinggi.
"Dinormalisasi Kali Wulan dan Kali Londo, masuknya nanti Kali Patusan. Agar tidak terjadi genangan lagi di lahan pertanian," ujarnya.
Petani di Desa Undaan Lor, Suprat mengatakan, lahan sawahnya terendam banjir sejak sepekan terakhir. Kondisi demikian berdampak buruknya kualitas padi dari sawahnya.
"Bulir padinya berisi tapi kualitasnya jelek karena terendam air kurang lebih seminggu," ujarnya di lokasi sawahnya.
Lantaran lahannya masih terendam maka dia memanen padi dengan memanfaatkan plastik yang dibentuk mirip perahu kecil untuk meletakkan padi saat memanen. (sip/sip)











































