Cerita 25 Mahasiswa Undip Selamat dari Tsunami di Pulau Legundi

Cerita 25 Mahasiswa Undip Selamat dari Tsunami di Pulau Legundi

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Rabu, 26 Des 2018 13:49 WIB
Rombongan terakhir mahasiswa Undip korban tsunami di Pulau Legundi (Foto: Angling Adhitya Purbaya/detikcom)
Semarang - Tsunami yang terjadi 22 Desember 2018 lalu berimbas ke Desa Pulau Legundi, Kabupaten Pesawaran, Lampung. Sebanyak 25 mahasiswa Undip nyaris menjadi korban di sana. Mereka selamat, bahkan membantu evakuasi warga meski luka-luka.

Para mahasiswa tersebut terdiri dari tim ekspedisi Dwipantara Unit Kegiatan Selam 387 (UKSA-387) Universitas Diponegoro dan tim ekspedisi Thalassina UKM Sea Crest Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro Semarang. Rencananya mereka berada di Pulau Legundi sejak 20 Desember hingga 30 Desember 2018.

Mereka datang untuk survei sumber daya alam pesisir, pulau kecil dan pemberdayaan masyarakat atas undangan kepala desa agar daerahnya disiapkan sebagai desa wisata bahari. Namun baru 2 hari di sana, bencana datang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Di hari kejadian, pukul 21.30 WIB, para mahasiswa dan dosen pembimbing sedang melakukan briefing di rumah Kepala Desa. Ketika itu terdengar gemuruh selanjutnya diikuti air pasang sebanyak 3 kali. Pasang yang pertama dan kedua sempat surut sedangkan pasang yang terakhir cukup kencang dan tingginya mencapai atap rumah.

"Rumah pak Kades itu dekat dermaga jadi terlihat. Saat pasang kedua air sudah mulai terlihat menggulung-gulung," kata dosen pembina yang ikut di menginap di lokasi, Ir Ita Riniatsih MSi saat ditemui di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, Semarang, Rabu (26/12/2018).

Salah satu mahasiswi, Dinda Ayu oktaviana (20) menceritakan detik-detik mereka berusaha menyelamatkan diri. Ia menjadi orang terakhir yang nyaris terseret tsunami. Dinda berusaha mengamankan barang-barang elektronik ke atas lemari dan mendahulukan orang-orang untuk menyelamatkan diri dengan memanjat tembok.

"Kemudian saya ikut lompat tembok, itu air sudah sepinggang. Waktu itu ada teman saya menyuruh pegangan tembok," kata Dinda.


Mahasiswi semester 5 itu hanya bisa berdoa dengan berpegang ujung tembok sementara arus makin tinggi dan kuat. Tubuhnya sudah vertikal mengikuti arus dan terpontang-panting ke kanan dan kiri.

"Posisi itu di depan mushola dan tidak ada pegangan, cuma ada tembok. Sekitar 2 menitan air makin deras, saya sudah merasa ini berakhir. Pegangan saya sudah hampir lepas, di mulut hanya terucap Allahu Akbar dan Istighfar," terang Dinda dengan mata berkaca.

Melihat jendela mushola sudah pecah kacanya, kemudian dia berenang menuju tempat itu. Tenryata di tempat itu sduah ada Andi, salah seorang temannya. "Ada teman saya di jndela, bantu saya. Tapi masuk ke jendela itu juga butuh waktu lama," lanjutnya.

Sekitar 10 menit, akhirnya dia bisa masuk ke mushola dan bertemu warga lainnya di dalam. Mereka menunggu air agak tenang kemudian berjalan menuju bukit. Dalam perjalanan, para mahasiswa itu membantu mengevakuasi warga yang kelelahan.

"Saya sama Andi jalan, ketemu ibu-ibu ya kita tolong. Ketemu beberapa teman juga. Posisi gelap dan licin, banyak warga di pinggir jalan," tandasnya.


Muhammad Ramadhan (20) menambahkan, sesampainya di bukit, para mahasiswa itu memanfaatkan membantu warga yang mengungsi. Beberapa dari mereka bahkan kembali turun setelah air surut untuk mengambil obat-obatan dan makanan yang bisa dibawa.

"Kita juga bawa tas obat-obatan yang selalu ada. Kita minta warga bilang kalau ada yang sakit. Kita berikan obat dan makanan," ujar Ramadhan.

Dari sekitar 500 kepala keluarga yang terdampak di Pulau Legundi, ada 1 orang yang meninggal karena merasa sudah tidak kuat melarikan diri dan menderita stroke.

"Ada bapak-bapak dan anggota kita yang mendatangi seorang warga saat kejadian, tapi tidak mau dievakuasi, meminta agar kami menyelamatkan diri saja," kata mahasiswi bernama Defi puspitasari (21).

Para mahasiswa itu bertahan bersama warga di tenda yang didirikan tim ekspedisi serta warga sekitar di bukit. Keesokan harinya bantuan datang dari kecamatan setempat. Tim ekspedisi dari Undip dievakuasi bertahap oleh Marinir dan Polairud. Mereka dipulangkan bergantian sejak tanggal 24 Desember lalu hingga terakhir hari ini.


Ada 5 orang yang tiba di Semarang pagi tadi yaitu Dinda, Defi, Ramadhan, Reinica Agni Puspitarini (21), Serta dosen pembimbing, Ita. Mereka akan pulang ke rumah masing-masing untuk pemulihan dan menenangkan diri.

"Ada teman yang trauma, tapi traumanya lebih ke suara. Jadi waktu itu ada suara pintu jatuh, langsung kaget terus nangis-nangis. Nangisnya itu kepikiran warga yang masih di bawah," ujar Ramadhan.

Dosen sekaligus ketua UKSA 387, Munasik, mengatakan pihaknya bersyukur karena rombongan dari Undip termasuk 4 alumni selamat. Saat ini masih ada alumni yang tinggal di lokasi untuk mengumpulkan peralatan-peralatan survei yang bisa diselamatkan.

"Ada alumni yang masih tinggal di sana untuk mengumpulkan peralatan-peralatan survei di sana," kata Munasik.


Simak Juga 'Melihat dari Udara Dampak Kerusakan Tsunami Banten':

[Gambas:Video 20detik]


(alg/mbr)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads