"Terdapat puluhan tanaman yang tergambar dalam relief Candi Borobudur, tapi untuk sementara baru 13 jenis yang kita bukukan. Buku ini nanti akan dijadikan bahan pendidikan lingkungan budaya Candi Borobudur berkaitan dengan kekayaan hayati," jelas Kepala Pusat Penelitian Biologi LIPI, Witjaksono, dalam Diseminasi Hasil Kegiatan IBSAP Lokus Borobudur di Magelang, Jumat (23/11/2018).
Witjaksono menyebutkan, pihaknya melakukan penelitian keanekaragaman hayati serupa di dua lokus yang lain, yakni Mandalika (Lombok) dan Danau Toba (Sumatera Utara).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pesona Borobudur yang Tak Pernah Pudar |
Menurutnya, keanekaragaman hayati Borobudur harusnya dikelola terintegrasi dengan sistem cagar biosfer. Dampaknya nanti, kawasan tersebut akan dinominasi oleh UNESCO dan dikenal seluruh dunia sebagai Cagar Biosfer Dunia.
Direktur Eksekutif Komite Nasional Man and Biosphere Program (MAB) Unesco Indonesia LIPI, Y Purwanto, menambahkan sejauh ini sudah ada 14 cagar biosfer di Indonesia. Jawa Tengah tidak termasuk dalam daftar cagar biosfer itu, padahal memiliki potensi besar.
"Ada dua yang kita usulkan, yakni kawasan Borobudur dan kawasan Karimunjawa. Dua ini terus kita kaji dan akan diajukan ke UNESCO untuk disahkan sebagai kawasan cagar biosfer dunia," kata Purwanto.
Dia menuturkan, dipilihnya Kawasan Borobudur dan Karimunjawa karena merupakan destinasi unggulan di Indonesia. Terlebih, keduanya sudah masuk dalam daftar Kawasan Strategi Pariwisata Nasional (KSPN), sehingga menjadi prioritas untuk dikembangkan.
"Tentu juga karena memiliki keanekaragaman hayati yang kaya. Kalau nanti sudah disahkan sebagai cagar biosfer, tentu kita bisa membrandingnya di tingkat dunia. Dampaknya bisa dilihat dari pelestarian keanekaragaman hayati, pembangunan ekonomi, budaya dan pariwisata," katanya. (mbr/mbr)