"Hari ini akan dilaksanakan macapat massal selama 72 jam nonstop, dimulai hari ini dan berakhir Jumat 26 Oktober 2018. Jadi 3 hari tiga malam," kata Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul, Sunarto saat ditemui di Bangsal Sasana Kridha Rumah Dinas Bupati Bantul, Selasa (23/10/2018).
Acara ini merupakan yang kedua kalinya yang pernah diadakan oleh Dinas Kebudayaan Bantul. Setelah pada tahun 2008 lalu pihaknya menggelar acara serupa dengan durasi 48 jam dan masuk dalam rekor Muri. Selain itu, untuk tahun ini acara Macapat massal melibatkan siswa dari SD, SMP, SMA, SMK dan komunitas pegiat macapat dari 17 Kecamatan di Bantul yang totalnya sekitar 300 orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mudah-mudahan dengan macapat massal ini membuat macapat di DIY tidak punah, khususnya Kabupaten Bantul. Serta dapat menambah semangat dari warga khususnya generasi muda yang selama ini kurang berminat jadi berminat terhadap macapat," imbuhnya.
Menurutnya, macapat adalah sastra Jawa yang dituangkan dalam lagu serta berisi nasihat-nasihat serta cerita-cerita yang sarat dengan makna kehidupan sehari-hari. Karena hal itulah pihaknya merasa macapat sangat perlu untuk dilestarikan keberadaannya.
Disinggung mengenai pelaksanaannya, Sunarto menjelaskan bahwa pihaknya telah membuat jadwal yang mana setiap kelompok akan tampil selama 3 jam secara bergantian.
"Sudah terjadwal, hari ini mulai jam 9 pagi dan selesai besok Jumat jam 9 pagi juga, dan setiap 3 jam nanti ganti pesertanya. Meski nonstop, kalau pas adzan dan dini hari suaranya akan dikurangi," katanya.
Sementara itu, Suparman (70), salah satu peserta yang mewakili Kecamatan Piyungan mengatakan bahwa ini kedua kalinya ia mengikuti acara macapat massal. Disinggung mengenai jadwal yang didapatkan, Suparman menyebut akan tampil besok, Rabu (24/10) dini hari.
"Saya tampil besok jam 3 sampai jam 6 pagi, tidak apa-apa karena saya sudah senang macapat dari dulu. Persiapan khusus juga tidak ada, hanya latihan rutin saja sebelumnya," ucapnya.
Suparman mengungkapkan, bahwa ia tidak sendirian saat tampil besok, tetapi bersama dengan ke-15 rekannya.
"Mungkin lebih ke masalah transportasi saja. Karena ke sini (Bangsal Sasana Kridha Rumah Dinas Bupati Bantul) tadi naik bus, dan besok mulai jam 3 pagi, semoga jam segitu sudah ada bus ke arah sini," pungkasnya.
Pembina Macapat DIY, KMT Projosuwasono mengungkapkan ada 15 naskah macapat kuno akan ditembangkan selama 72 jam nonstop oleh 300 peserta macapat massal Bantul. Ke-15 naskah macapat tersebut sengaja dipilih karena dianggap masih relevan dengan situasi dan kondisi Indonesia saat ini.
"Tidak ada naskah baru, lebih ke naskah-naskah macapat kuno. Itu karena kami ingin masyarakat tahu kalau isi naskah macapat kuno berisi petuah dan ajaran adiluhung yang relevan dengan zaman sekarang," kata Projosuwasono.
Projosuwasono memberi contoh naskah macapat kuno berjudul Serat Wulang Reh yang diciptakan Raja Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwana IV. Di mana dalam naskah tersebut berisi nasihat yang diberikan sang Raja kepada rakyatnya agar mencapai kehidupan yang penuh harmoni.
"Di naskah itu (Serat Wulang Reh), sang Raja memberikan nasihat tentang bagaimana cara seseorang untuk memilih guru, bagaimana menyembah (mengabdi) dan berinteraksi sosial dengan warga masyarakat," ujarnya.
"Dan hal itu (naskah Macapat) relevan dengan situasi zaman sekarang," imbuhnya.
Adapun ke-15 naskah yang ditembangkan terdiri dari serat Wulang Reh, serat Wedhatama, serat Nirbaya, Uran-uran Beja, Pepali Ki Ageng sela, serat Surya Raja, cuplikan Babad Demak, cuplikan Babad Giyanti, serat Gandrung Asmara, kidungan, serat Ambiya, bedhale Mataram Pleret, serat Dewa Ruci, cuplikan Babad Pecina dan serat Nayaka Lelana.
"Babad itu berisi peristiwa sejarah, kalau serat adalah karya-karya sastra yang berisi tentang ajaran-ajaran dari leluhur untuk sebuah kebaikan," katanya.
Ditambahkannya, dengan adanya gelaran macapat massal ini diharapkan memicu ketertarikan masyarakat untuk mempelajari dan melestarikan macapat sebagai budaya Jawa.
"Kita akui penggemar macapat banyak dari kalangan dewasa dan lansia, kenapa? Karena seni macapat terkesan sulit bagi anak-anak muda. Tapi dengan terus diadakan kegiatan ini (Macapat) semoga anak-anak muda banyak yang suka," ujarnya. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini