"Isu dinamika politik itu isu sangat menarik, tidak hanya di MK Indonesia tapi juga MK negara lain. Ada irisan antara MK dengan kewenangan-kewenangannya yang berkaitan kental dengan politik karena MK bisa memutus hal-hal yang berkaitan politik, seperti impeachment dan judicial review," kata juru bicara MK, Fajar Laksono ditemui di sela The 2nd ICCIS 2018 'The Constitutional Court and Constitutionalism in Political Dynamic' di Hotel Tentrem, Yogyakarta, Senin (1/10/2018).
Dia mengungkapkan isu yang diangkat dalam simposium ini tepat bagi Indonesia yang memasuki tahun politik. Yakni Pilkada serentak tahun 2018 dan Pemilu 2019.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Lalu bagaimana kemudian sebagai lembaga independen bisa berkiprah di tengah-tengah dinamika politik di masing-masing negara, ini kita sama-sama bertukar pikiran. Bagaimana integritas dan independensi hakim ketika memutus persoalan politik, impeachment misalnya di Korea waktu meng-impeach presiden, atau membubarkan parpol, atau menguji undang-undang tentang politik. MK di masing-masing negara punya pengalaman, praktik mereka seperti apa, kita ingin tahu, kita ingin belajar,"urainya.
Ia melanjutkan tak hanya Indonesia, negara lain juga ada irisan antara hukum konstitusi dengan dinamika politik. "Ini yang penting kita diskusikan, MK bisa memutus kasus politik, tapi MK tidak bisa ikut berpolitik praktis," imbuhnya.
ICCIS 2018 dibuka oleh Ketua MK RI, Anwar Usman dengan 3 kegiatan utama, yaitu International Symposium pada Senin (1/10), International Short Course dan Paper Presentation (Call for Paper) pada Selasa-Rabu (2-3/10).
Pada kesempatan yang sama, MK RI selaku Sekretariat Tetap Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) juga melakukan peluncuran situs resmi AACC. Situs AACC didesain sebagai platform untuk menghubungkan negara-negara anggota AACC dan memberikan informasi terkini kepada masyarakat luas terkait dengan agenda kegiatan AACC. (bgs/bgs)











































