Para penambang pasir dari Kabupaten Kulon Progo, Bantul, dan Sleman datang mengendarai puluhan dump truk di kantor BBWSO, Senin (10/9/2018) siang.
Mereka langsung berorasi di halaman tengah kantor BBWSO. Penambang juga membawa sejumlah poster dan spanduk dengan tulisan bernada protes terhadap kebijakan BBWSO yang dituding tidak pro penambang rakyat. Sementara perwakilan dari KPP diterima pejabat BBWSO untuk audiensi di dalam kantor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Makanya kita mengajukan IPR, kita sudah ke kantor perizinan provinsi, ESDM, kini tinggal menunggu rekomendasi BBWSO yang malah membiarkan perusahaan besar menambang dengan alat berat," tandasnya.
Yunianto melanjutnya, BBWSO membiarkan aktivitas 16 perusahaan penambang pasir yang memakai alat berat dan pompa berdaya lebih dari 25 PK, di atas ketentuan PP 23/2010.
"Dalihnya normalisasi sungai," sebutnya.
![]() |
"Ada dokumen UKL/UPL, foto kopi kartu identitas, dan beberapa syarat lain," jelasnya.
Sesuai aturan, izin diterbitkan bagi penambang yang menambang di lahan lebih dari 2.000 meter persegi dengan syarat salah satunya UKL/UPL. Sedangkan luasan di bawah 1.000 meter persegi, cukup berbekal Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL).
"Penambang manual ini rata-rata di atas 2.000 meter persegi, kita bisa rekomendasikan jika syaratnya sudah lengkap. Ini yang mengganjal dan memakan cukup waktu UKL/UPLnya," imbuhnya. (mbr/bgs)