Ahmad Taghfir, seorang penangkar burung di Desa Margoyoso RT 5 RW 3 Kecamatan Kalinyamatan, Kabupaten Jepara mengaku tahu Permen tersebut dari media sosial. Namun, hingga saat ini belum pernah ada sosialisasi kepada penangkar.
"Saya kaget dengar peraturan itu. Ya, takutnya akan berdampak buruk terhadap para penangkar hewan yang ada dalam peraturan tersebut," ujarnya kepada detikcom saat ditemui di rumahnya, Rabu (15/8/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia sendiri merupakan penangkar burung diantaranya burung murai batu, love bird, merpati dan lainnya. Usaha tersebut dilakukan sejak tujuh tahun terakhir.
"Saya resah karena tidak tahu detil peraturan itu. Kalau memang mempersulit penangkat saya ikut menolak," paparnya.
Dikhawatirkan, jika peraturan itu mempersulit penangkar maka juga akan berdampak minimnya minat penghobi dan pedagang burung.
"Saya tidak tahu apakah nantinya akan dilepas atau harus bersertifikat, saya tidak tahu. Tapi kalau itu mempersulit akan berdampak omset," tuturnya.
Diceritakannya, penangkaran burung mirai misalnya itu tidak mudah. Perlu berbulan-bulan bagi pemula untuk mempelajari karakter burung tersebut.
"Susah. Butuh berbulan-bulan bagi pemula. Mulai dari penjodohan, mengeram, menetas, sampai pemisahan anak dengan induknya. Baru umur dua bulan bisa makan dan bisa layak dijual," tutur dia.
Sedangkan harga burung murai bervariatif tergantung kondisi dan kualitasnya. Saat ini, dia memiliki sekitar 30 kandang untuk penangkaran burung murai. Ada sekitar 40 pasang burung murai batu.
"Mulai dari harga satu jutaan sampai lima juta, itu yang standar. Bisa lebih kalau kualitasnya bagus untuk lomba," tandasnya. (bgs/bgs)