"Kalau Gusdurian, politiknya politik kebangsaan, kita tidak akan berbicara soal figur," kata Alissa, ditemui di sela acara Temu Nasional Penggerak Jaringan Gusdurian 2018, di Asrama Haji Yogyakarta, Sabtu (11/8/2018).
Pernyataan itu diucapkan Alissa menjawab pertanyaan apakah Gusdurian akan otomatis mendukung pasangan Joko Widodo-KH Ma'ruf Amin dalam Pilpres 2019. Diketahui Ma'ruf Amin saat ini selain menjabat Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), juga merupakan Rais Aam Nahdlatul Ulama (NU). Dan Jaringan Gusdurian beranggotakan murid, sahabat, pengikut, dan pengagum KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang merupakan cucu pendiri NU, KH Hasyim Asy'ari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Alissa mengungkapkan dalam waktu dekat ini Gusdurian hanya akan membuat pernyataan sikap tentang etika moral dalam politik yang ditujukan kepada para politisi, partai politik, dan kelompok pendukung capres-cawapres.
"Kita nanti akan membuat pernyataan tentang etika moral dalam politik, jadi jaringan Gusdurian tidak partisan. Kalau yang partisan, para murid Gus Dur yang berpolitik praktis itu kiblatnya adalah Yenny (Yenny Wahid, putri kedua Gus Dur), bukan Jaringan Gusdurian," imbuhnya.
Dalam kesempatan ini, Alissa menyampaikan harapannya agar dinamika politik nasional menjelang Pilpres tidak lagi memakai isu maupun sentimen agama.
"Semoga ya, semoga (bisa menghentikan sentimen agama). Saya menilai Pak Jokowi mempertimbangkan itu ketika memilih figur seperti KH Ma'ruf Amin yang kita tahu mewakili kekuatan masyarakat muslim moderat," kata Alissa.
Alissa mengambil contoh kontestasi Pilkada Jawa Timur lalu ketika paslon sama-sama berasal dari kalangan NU dan muslim.
"Ketika berimbang, seperti Pilkada Jatim kemarin, tidak bisa pakai politik agama, sentimen agama, karena sama-sama NU dan muslim. Tapi ya kita tunggu apa harapan itu memang benar-benar bisa terwujud, harapan kita semua inginnya seperti itu," jelasnya.
Menurutnya, bangsa Indonesia saat ini memang punya tantangan sentimen agama yang masih dipakai dalam politik. Alissa menyebutkan kondisi teranyar sentimen agama sempat mewarnai penentuan kandidat capres dan cawapres lalu.
"Pemelintiran kebencian terjadi ketika ada perebutan kekuasaan dan agama dipakai untuk menjustifikasi kebencian. (Sentimen agama) hanya kalau ada kepentingan perebutan kekuasaan. Kita meminta kontestasi dengan program, ideologi, jangan menggunakan sentimen agama," ujar Alissa.
"Jadi PR kita banyak dan berat. Dan semoga masyarakat sipil menuntut, bukan lagi mengimbau, kepada para poltiisi untuk kedepankan masa depan bangsa jangka panjang daripada sibuk mikirin lima tahun ini. Jadi jangan sampai masa depan bangsa yang panjang digadaikan hanya untuk kepentingan kekuasaan 5 tahun," sambungnya.
Tonton juga video: 'Sederet Nama Sekjen Parpol Tim Kampanye Jokowi-Ma'ruf'
(sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini