Koreografer acara tarian massal tersebut, Dwi Prayoto, mengatakan tari lengger sempat dipandang negatif. Mengingat pada jaman dahulu biasanya ditampilkan pada malam hari sehingga lekat dengan stigma kehidupan malam.
"Sebelumnya memang dikenal negatif karena berhubungan dengan dunia malam pada saat itu. Makanya, kami ingin agar tari topeng lengger ini lebih dikenal di masyarakat juga untuk mengembalikan citranya," ujarnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Ini jumlahnya paling banyak, yakni 5 ribu penari. Sebelum-sebelumnya paling banyak seribu penari," kata dia.
Penari ini berasal dari berbagai kalangan, baik masyarakat umum, hingga pelajar sekolah. Secara teknis, setiap kecamatan dikirim 2 pelatih tari untuk melatih di desa-desa. Sedangkan, untuk siswa sekolah, cukup melatih guru tari.
"Dari desa mengirimkan 10 penari, sedangkan dari sekolah beragam. Ada yang sampai 100 penari lebih," paparnya.
"Saya senang bisa ikut melestarikan warisan budaya. Semoga tarian ini terus dikenal meski banyak budaya asing yang masuk ke sini," tutur Dita Ayupratiwi, salah satu penari yang tampil. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini