Putra sulungnya, Eka Hari Wibawa, menuturkan ayahnya sempat berolahraga renang pada pagi harinya. Eka lalu mendapatkan kabar bahwa Kanjeng Win dirawat di RS PKU Muhammadiyah, Kartasura, Sukoharjo, karena serangan jantung.
Kemudian Kanjeng Win dirujuk ke RS UNS, Kartasura untuk mendapatkan perawatan intensif. Kondisinya pun sempat membaik dan masih dalam keadaan sadar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Terakhir bapak tanya, 'aku kuat opo ra yo le?'. Saya jawab 'kuat'," kata Eka saat ditemui di rumah duka, Jalan Slamet Riyadi no 21, Kartasura, Sukoharjo, Selasa (12/6/2018).
Namun Kanjeng Win kembali mengalami serangan jantung kedua saat berada di ruang ICU. Pria berusia 69 tahun itu pun menghembuskan napas untuk terakhir kalinya.
"Pemakaman dilakukan di Astana Padmonegaran, Pengging, Boyolali," katanya.
Selama hidupnya, Kanjeng Win dikenal sebagai sosok yang menguasai pengetahuan tentang budaya Jawa. Dia kerap menjadi rujukan untuk belajar sejarah keraton, tata cara upacara adat, hingga falsafah Jawa.
Pria sederhana itu telah puluhan tahun mengabdikan diri di Keraton Kasunanan Surakarta. Pengabdiannya pun diganjar dengan pemberian gelar tertinggi bagi orang luar keraton, yakni KPA.
Terakhir, dia menjabat sebagai Wakil Pengageng Sasana Wilapa, Keraton Kasunanan Surakarta. Namun sejak 2017, Kanjeng Win tak lagi berada di dalam keraton akibat konflik keluarga keraton.
Meski berada di luar keraton, Kanjeng Win tetap semangat menularkan ilmunya. Dia seringkali menggelar diskusi di Sanggar Budaya Jawa Kanjeng Win setiap malam Sabtu Pahing. Dia juga aktif mengajar sebagai guru Bahasa Jawa di SMAN 2 Surakarta.
Kini sosok kalem dan rendah hati itu telah tiada. Dia meninggalkan seorang istri, dua orang anak dan dua orang cucu. Selamat jalan, Kanjeng Win. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini