Rektor ISI Yogyakarta, Agus Burhan menjelaskan, perguruan seperti ISI mencoba mengangkat tema berbau 'milenial' karena Ingin mengikuti perkembangan zaman. Konsekuensinya, ISI Yogyakarta harus siap menghadapi era disrupsi perguruan tinggi di Indonesia.
"Dengan mengusung kata milenial sudah tentu mengandung konsekuensi bagaimana ISI Yogyakarta menghadapi tantangan, dan menangkap peluang di era disrupsi perguruan tinggi di Indonesia," kata Agus saat jumpa pers di Kampus ISI di Jl Parangtritis, Sewon, Bantul, Senin (30/4/2018).
Agus melanjutkan, kini perguruan tinggi di Indonesia sedang memasuki generasi ketiga yang mengedepankan penelitian bercorak multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin. Menurutnya, tidak zamannya lagi perguruan tinggi menonjolkan monodisiplin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menghadapi tantangan ini, kata Agus, saat dies natalis ke-34 ini ISI Yogyakarta mencoba mengimplementasikan cara pandang multidisipliner tersebut. Harapannya seni yang berjiwa humanis bisa berjalan seimbang dengan perspektif akademis-sains.
"ISI harus bisa mengolaborasi baik dari perspektif akademis-sains maupun perspektif sosial-humanis. Kemudian ISI juga harus bisa mengejawantahkan suatu posisi, sikap, pendirian yang memiliki roh yang bermuara dari dua perspektif tersebut," harapnya.
Berangkat dari perspektif tersebut, lanjut Agus, ISI Yogyakarta akan berusaha menampilkan pertunjukan seni yang berbeda. Setidaknya ada enam kegiatan yang akan ditampilkan selama prosesi dies natalis ke-34 berlangsung.
"Kita akan menampilkan tumpengan, macapatan, pemeran karya-karya dosen dan mahasiswa. Kemudian ada penayangan karya animasi, video dan fotografi. Selanjutnya ada pasar seni, pagelaran seni, seminar dan LPPM Expo," ungkapnya.
"Semua karya yang ditampilkan dalam ajang dies natalis dari tanggal 4 Mei-1 Juni diharapkan menjadi ajang elaborasi. Yakni wujud pembelajaran akademis-humanis yang bercorak multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin," pungkas Agus Burhan. (bgs/bgs)











































