Seniman Yogya Tolak Politisasi Karya Seni

Seniman Yogya Tolak Politisasi Karya Seni

Usman Hadi - detikNews
Kamis, 12 Apr 2018 22:18 WIB
Foto: Usman Hadi/detikcom
Yogyakarta - Seniman Yogyakarta yang tergabung dalam Kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat mengkritik politisisasi karya seni oleh pihak-pihak tertentu. Mereka menilai dunia seni kini semakin bias karena dibawa ke ranah politik.

"Kita selaku insan yang bergerak di bidang seni semakin bias. Akhir-akhir ini dunia sastra dibawa ke ranah politik," kata pegiat teater, Agus 'Becak' Sunandar kepada wartawan di Tugu Pal Putih Yogya, Kamis (12/4/2018) malam.

Berangkat dari kerisauan ini, Kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat menggelar malam sastra toegoe djogja di Tugu Pal Putih. Berbagai pentas kesenian seperti panggung teater dan pembacaan puisi ditampilkan di ajang ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sastra ini adalah jagat cilik. Makanya kita ingin meluruskan apa yang dilakukan teman-teman penyair, sastrawan," lanjut Presiden Jaringan Seniman Independen Indonesia tersebut.

Agus mengingatkan sekarang ini adalah tahun politik. Segala sesuatu yang menguntungkan politisi akan dijadikan komoditas politik, termasuk karya seni.

"Tanpaknya puisi yang dianggap menghina menjadi komoditas yang menarik. Mungkin mereka (politisi) sudah kehilangan (bahan) dalam menyerang lawan politiknya," ungkapnya.

Belakangan ini memang gaduh soal puisi 'Ibu Indonesia' karya Sukmawati Soekarnoputri. Puisi ini menjadi kontroversi karena membandingkan kidung 'Ibu Indonesia' dengan adzan.

Selanjutnya, kegaduhan muncul setelah puisi 'Kau Ini Bagaimana atau Aku Harus Bagaimana' karya Gus Mus dibacakan Ganjar Pranowo. Puisi ini juga menuai kontroversi di tengah masyarakat.

"Seruan moral kami adalah sentuhlah dunia politik dengan moral," paparnya.

Agus menambahkan ada beberapa pernyataan sikap Kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat berkaitan politisasi karya seni, yakni:

"Kami, menolak dengan tegas panggung sastra dijadikan panggung politik kepentingan. Penyair, sastrawan, seniman serta masyarakat luas memiliki kebebasan berekspresi sebagai wujud kreatifitas seni," katanya.

Menurutnya puisi (karya sastra) sebagai jagat cilik memiliki daya imajinasi yang tidak seharusnya diterjemahkan secara letterleg dan subyektif menurut kacamata kepentingan politik praktis.

"Pelaporan pada pihak berwajib atas karya sastra atau pembacaan puisi akan menjadi preseden buruk bagi perkembangan dunia sastra di negeri ini. Kami juga menolak dengan tegas intervensi politik atas karya sastra dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab," pungkas dia. (bgs/bgs)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads