Kelompok petani di Desa Kemandang, Kecamatan Tanjungsari, ini sendiri sebenarnya belum lama memproduksi garam. Aktifitas produksi baru dimulai ketika ada warga asal Tegal yang mengajari mereka membuat garam sejak tahun 2012.
"Awalnya saya berfikir laut seluas ini apa iya tidak bisa dibuat garam. Lalu saya bertanya ke Pak Drajat (warga Tegal) yang kebetulan di sini," kata Ketua Kelompok Petani Garam Tirta Bahari, Winarto kepada wartawan di lokasi, Sabtu (7/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, karena pasang surutnya harga garam membuat petani garam di Pantai Sepanjang kurang bersemangat sehingga hasilnya tidak maksimal. "Dulu sekitar tahun 2013 itu harga garam hanya Rp 1.500/kg," ungkapnya.
Baru setelah Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buowno X, datang dan menjanjikan bantuan tahun 2017 lalu, asa petani garam kembali bangkit. Waktu itu, pemerintah berjanji memberikan dana Rp 300 juta dalam bentuk peralatan dan rumah produksi.
Winarto di tempat produksi garam. (Foto: Usman Hadi/detikcom) |
Winarto menerangkan ada beberapa tahapan pembuatan garam yang kelompoknya terapkan. Dimulai dari penyedotan air laut dan disimpan di bak penampungan untuk diendapkan. Setelahnya, airnya baru dialirkan ke bak lain.
"Nantinya setelah disimpan di dalam kotak ukuran 240x120 cm, dengan ketinggian 3-4 cm, kita tinggal menunggu sekitar 5 hari kalau cuacanya baik. Satu kotak itu bisa menghasilkan 10 kg garam," paparnya.
Winarto mengatakan, proses pembuatan garam di Pantai Sepanjang tidak dicampur dengan zat kimia apapun. Dia juga menjamin garam yang dihasilkan sudah beryodium di atas batas minimal yang ditentukan.
"Setelah diuji laboratorium dua kali, ternyata garam di sini sudah mengandung yodium alami. Katanya yang meriksa karena di sini (air lautnya) masih bersih," pungkas dia. (mbr/mbr)












































Winarto di tempat produksi garam. (Foto: Usman Hadi/detikcom)