Penghargaan diberikan oleh organisasi internasional Religious Freedom & Business Foundation yang berada di bawah naungan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Mereka mencari para pebisnis yang berpengaruh terhadap perdamaian.
Pria yang juga memiliki nama Khoe Liong Hauw itu memenangi penghargaan kategori advokasi dan keterlibatan dalam kebijakan publik. Selain Martono, terdapat 16 finalis lain dari berbagai negara di enam benua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, perdamaian dapat tercipta ketika semua orang mau berbagi dengan sesama. Dari prinsip tersebut, pemilik usaha di bidang alumunium, kaca dan gipsum itu menyebarkan kebaikan malalui organisasinya maupun secara pribadi.
"Acara tersebut mengajak para pebisnis agar tidak hanya berbisnis saja, tapi agar mau berbagi dengan sesama. Perusahaan 'Candi' milik saya ini hanya kecil-kecilan. Tapi justru itu, berbagi tidak harus dengan duit besar," kata Martono, Selasa (27/3/2018).
Dia bercerita telah aktif di dunia sosial sejak lulus SMA. Saat itu dia ikut aktif di Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) Surakarta sebagai wakil bendahara.
"Waktu itu saya hanya bisa berbagi tenaga. Saya ingat dulu pernah nyopir ambulans mengantarkan orang sekarat," ujar pria yang sudah menjabat sebagai Ketua Orari Surakarta selama dua periode ini.
Saat ini, Martono mengampu lebih dari 10 organisasi sosial. Antara lain PMI, Orari, Perkumpulan Masyarakat Surakarta (organisasi etnis Tionghoa), Dewan Harian Cabang 45 (organisasi veteran), Lions Club, panti asuhan dan panti wreda.
Dalam sehari, dia bisa melakukan rapat hingga lima kali. Namun menurutnya, tidak ada trik tertentu untuk membagi waktu dalam mengurus semua organisasinya.
Ponsel selalu dia aktifkan selama 24 jam. Tak jarang dia harus mencarikan ambulans ataupun mobil jenazah untuk orang kecelakaan pada saat tengah malam. Ketika terjadi bencana, dia pun harus siaga untuk mengkoordinasikan timnya.
"Semuanya mengalir saja. Jam delapan saya mulai berkegiatan, selesai bisa sampai jam sepuluh malam. Tapi kalau ada bencana, jadi tidak tidur," kata pria yang juga menjabat Sekretaris PMI Surakarta itu.
Dengan berbagai sentimen kepada orang keturunan Tionghoa, dia mengaku sempat merasakan kesulitan berhubungan dengan orang lain. Tapi dengan niat yang tulus, dia kini dapat menjalin hubungan baik dengan seluruh etnis dan lapisan masyarakat.
"Biasanya niat baik, hasilnya akan baik. Kalau ada kendala itu lumrah, intinya tetap harus menjalin komunikasi. Mereka sekarang tahu saya tidak punya kepentingan apa-apa," tutupnya. (sip/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini