Hal tersebut dilakukan karena Mangkunegaran yakin bahwa lahan PG Colomadu masih miliknya. Pihaknya belum pernah menyerahkan lahan itu sejak dibangun oleh KGPAA Mangkunegara IV pada 1861 hingga sekarang.
"Gugatan kita tentang status tanah yang disertifikatkan tanpa persetujuan, kita ingin pembatalan. Jadi itu tindakan melawan hukum," kata Penanggung jawab Tim Pengembalian Aset Mangkunegaran (PAM), Joko Susanto, Minggu (25/3/2018).
Dia mengaku memiliki bukti-bukti bahwa area yang kini dinamakan De Tjolomadoe itu masih milik Mangkunegaran. Bahkan sebenarnya pemerintah juga mengakuinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Tim PAM, Alqaf Hudaya, mengatakan bahwa memang sebenarnya Mangkunegaran dan pemerintah pernah menjalankan regulasi dalam Peraturan Pemerintah nomor 3 dan 4 tahun 1946.
"Isinya bahwa seluruh pabrik-pabrik dan usaha pertanian milik Kasunanan dan Mangkunegaran dikuasai negara. Tapi kan itu perusahaannya bukan tanahnya, kan beda," ungkapnya.
Tim PAM mengatakan bahwa Sri Mangkunegara IX geram karena belakangan tanah miliknya diambil negara satu per satu. Selain PG Colomadu, tanah di sebelah selatan pabrik pun, kata Alqaf, juga disertifikatkan oleh Pemkab Karanganyar.
Sementara juru bicara Tim PAM, Didik Wahyudiono menilai pengalihan fungsi PG Colomadu menjadi ruang konferensi dan konser justru menghilangkan sejarah. Apalagi dia menduga De Tjolomadoe hanya bakal dimanfaatkan oleh kelompok tertentu.
"Dari model bangunan jelas yang disasar untuk kepentingan bisnis, bukan untuk publik. Namanya juga menjadi persoalan, harusnya tanya dulu ke Mangkunegaran. De Tjolomadoe itu produk mana? Kalau semua diganti sembarangan ya hancur," pungkasnya. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini