"76 persen serangan teroris terjadi di negara-negara muslim," kata Fachir dalam dialog dan ramah tamah wamenlu bersama santri Krapyak, di Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum Yogyakarta, Jumat (16/3/2018) siang.
Selain itu, lanjut Fachir, mayoritas pengungsi akibat konflik bersenjata juga berada di negara-negara muslim. Menurutnya, kondisi tersebut memprihatinkan dan membutuhkan kontribusi semua pihak untuk bersama-sama mencari solusi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian Fachir menerangkan, sejumlah negara muslim di Timur Tengah hingga kini belum bisa keluar dari konflik. Mulai Palestina yang masih terjajah hingga kondisi negara-negara seperti Syiria, Irak dan Yaman yang dilanda konflik antar golongan.
"Afganistan masih belum pulih. Negara-negara teluk yang kaya-kaya itu saling curiga. Itu lah yang terjadi. Nah, kita yang diamanahi oleh konstitusi tadi (ikut menjaga ketertiban dunia) apa yang sudah kita lakukan?" bebernya.
"Sebagai perbandingan negara kita mayoritas (penduduknya) muslim. Negara kita negara demokratis. Negara kita anggota G-20, artinya negara yang memiliki pengaruh secara ekonomi. Negara kita bisa memadukan antara Islam, demokrasi dan kemajuan," ucapnya.
Menurutnya, Indonesia harus aktif mencarikan solusi atas konflik yang terjadi di negara-negara muslim. Oleh karenanya, berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk memperkenalkan praktik toleransi antar umat beragama yang ada di Indonesia.
"Itu lah kenapa kita setiap tahun sejak 2008 menyelenggarakan Bali Democracy Forum. Kita menyediakan sebuah forum di mana setiap orang nyaman berbicara tentang demokrasi. Dari negara mana saja silakan berbicara demokrasi," paparnya.
Fachir mengatakan, Indonesia memiliki berbagai kelebihan yang bisa ditawarkan ke masyarakat dunia, termasuk negara-negara muslim. Indonesia memiliki kebiasaan berdialog, bertoleransi dan berbagi. Berbagai kelebihan inilah yang bisa ditawarkan.
"Para kiai, pemimpin agama, agama manapun, kita kirim ke berbagai negara untuk berbagai bagaimana bertoleransi," jabarnya.
Selain mengirimkan sejumlah tokoh agama untuk mempromosikan toleransi ke berbagai negara, Indonesia juga aktif mengadakan dialog lintas iman.
"Mungkin Indonesia adalah negara yang paling aktif mempromosikan dialog lintas agama," kata Fachir.
Dalam kesempatan ini Fachir memaparkan kebijakan luar negeri Indonesia kepada para santri di pondok pesantren tersebut. Dia menyebut pemaparan ini dalam rangka diplomasi publik ke masyarakat.
"Artinya diplomasi, hubungan dan kerjasama itu tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh masyarakat. Masyarakat itu bisa pemuda, bisa pengusaha, bisa apa saja yang bisa menampilkan Indonesia secara utuh," tuturnya.
Selain itu Kemenlu pondok pesantren dipilih bukan tanpa alasan. Ada banyak pondok pesantren di Indonesia. Sebagai tahap awal Kemenlu memilih memaparkan kebijakan luar negerinya ke pesantren yang berafiliasi dengan NU, yakni Pondok Pesantren Ali Maksum Yogyakarta.
Fachir mengatakan, nantinya Kemenlu tidak hanya akan mensosialisasikan kebijakan luar negerinya ke pesantren yang berafiliasi dengan NU atau Muhammadiyah. Melainkan juga akan mendatangi pesantren-pesantren lainnya.
"Kita akan masuk ke semua. Artinya itu bahwa kita mulai (dari pesantren) yang mempunyai tradisi. Tradisi pesantren dalam pengertian yang sudah menampilkan toleransi. Makanya tadi saya ambil contoh di sini, pesantren ini, antara lain di sekitar sini banyak masyarakat yang non muslim," lanjutnya.
"Iya, tentu saja (pemaparan ke pesantren lain). Namun pendekatan itu bisa saja berbeda antara satu dengan lain. Tetapi yang jelas buat kita adalah kita ingin bahwa mereka (santri dan masyarakat) itu memiliki potensi untuk berkontribusi," pungkas dia. (sip/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini