Di tempat ini tidak sedikit dari mereka diajari mandiri seperti bekerja hingga melakukan aktivitas seperti pada umumnya.
Yayasan Jalma Sehat Pusat Rehabilitas Gangguan Jiwa dan Cacat Mental ini berada di Desa Bulung Kulon, Kecamatan Jekulo. Tepatnya di kecamatan paling timur Kota Kretek ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Saat Detikcom datang pada Jumat (3/2018) petang, riuhan aktivitas penghuni seolah menyambut. Mereka rupanya sedang menunggu santapan sore tiba. Tangan-tangan mereka berebut melambai pada petugas pengantar makanan.
"Ini waktunya makan. Biasanya, mereka memang tak sabar menunggu makanan tiba," ucap petugas tersebut.
Tak lama petugas itu membuka gembok pintu berteralis besi. Kemudian, makanan yang telah disiapkan dimasukkan ke ruangan itu. Mereka menerimanya tanpa berebut satu sama lain.
Salah satu perawat, Sinta mengatakan, memang tiap kali waktu makan tiba, para penghuni Jalma Sehat kerap tak sabar untuk bisa makan. Aktivitas makan merupakan agenda rutin tempat ini. Setelah makan, penghuni yang seluruhnya laki-laki, minum obat. Guna mempercepat proses kesembuhannya.
"Ada yang minum obat tiga kali sehari. Ada yang dua kali sehari," kata Sinta ditemui di ruang depan Jalma Sehat.
Menurutnya, obat untuk para pasien bukan sembarangan. Tapi berasal dari dokter kejiwaan RSUD dr Loekmono Hadi Kudus. Obat-obatn itu dari Poliklinik Jiwa RSUD dr Loekmono Hadi Kudus, dr Sarifah Rose.
Dokter Sarifah yang menangani segi kejiwaan. Sesuai prosedurnya, pasien jiwa yang masuk Jalma Sehat terlebih dulu menjalani pemeriksaan kesehatan. Nantinya, dokter mendiagnosa jenis penyakitnya. Apakah itu Skizofrenia, Waham, HDR, dan lainnya.
Rupanya, Jalma Sehat juga punya cara unik biar para penghuni gangguan kejiwaaan mau minum obat. Sebab, kalau susah minum obat, maka sama saja memperlambat penyembuhan.
"Minum obatnya gampang-gampang susah. Kalau yang mau dikasih pil polos, mudah minumnya. Kalau yang tidak mau karena ngaku pahit, kita campur obatnya dengan minuman sereal kemasan sachet," ungkap perempuan muda ini.
Pihaknya wajib mencatat pula setiap perkembangan kejiwaan satu sama lain dari penghuni. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana upaya penyembuhan dari Jalma Sehat. Pencatatan itu disesuaikan dengan nama masing-masing.
Ada yang unik dalam soal pencatatan nama. Tidak semua pasien bisa menyebutkan namanya sendiri. Jika mereka diantar keluarga, perawat akan mudah tahu namanya. Atau pasien yang mampu menyebut namanya sendiri. Jika nama itu terus diucapnya berulang-ulang, perawat ambil kesimpulan jika itu benar namanya.
"Kami tanya sama mereka masing-masing, siapa namanya. Mereka ada yang jawab namanya dengan lantang. Sampai kami tanya ulang, nama itu terus disebut berarti kemungkinan itu memang namanya. Kalau yang susah sebut nama, kami beri nama Mr X 1, Mr X 2, dan seterusnya," katanya.
Baca juga: Ritual Penyembuhan dengan Petasan |
Kadang saat ditanya siapa namanya lagi, lanjut Sinta, mereka jawab A, besoknya berubah B. Maka pihaknya aka catat nama yang terakhir disebut. Itu untuk memudahkan yayasan tahu identitas dan mencatat riwayat kesehatannya setiap waktu.
Menurutnya sebagian besar penghuni adalah gelandangan yang berasal dari penertiban Satpol PP. Namun ada pula, pasien yang datang dengan diantar keluarganya. Selain dari Kudus sendiri, ada yang berasal dari Rembang, Pemalang, dan daerah sekitarnya.
Mereka yang dinyatakan membaik, akan diajari pekerjaan. Tercatat dari pasien yang sudah membaik, bekerja di sejumlah tempat kerja. Mulai dari petugas kebersihan hotel, tenaga di tempat laundry, menjemur gabah, dan menjadi pengembala ternak.
Untuk proses kesembuhan lanjut dia, tiap pasien beda-beda waktu pemulihannya. Ada yang menahun sakit dan hanya dirawat di rumah. Begitu dirawat di Jalma Sehat, seminggu saja langsung sembuh. Ada juga pasien yang lama tak sembuh-sembuh. Namun tim medis yayasan tak lelah memberikan dosis obat kepada mereka.
![]() |
Pendiri Yayasan Jalma Sehat, Heru Sutiyono mengatakan dirinya mendirikan tempat rehabilitasi ini karena ingin mengurangi orang dengan gangguan kejiwaan. "Memutus mata rantai peredaran orgil (orang gila) berbasis gelandangan," ucapnya.
Hal itulah yang melatarbelakanginya mendirikan pusat rehabilitasi warga yang terganggu kejiwaannya. "Berdiri 5 tahun yang lalu. Saat ini jumlah pasien 45 orang," terang petugaa Satpol PP di Kudus ini.
Dari awal pendirian, hingga saat ini, jumlah pasien yang sudah berhasil sembuh mencapai ratusan orang. "Sekitar 200 orang," pungkasnya. (bgs/bgs)