Mereka adalah para pedagang asongan yang beroperasi di sekitar benteng Vredeburg Yogyakarta. Razia sering dilakukan bahkan seminggu dua kali dirazia.
"Seminggu sekali dua kali razia. Yang kena razia masuk tipiring. Kadang ada arogansi dari Pol PP," kata ketua PPAY, Parwoto di DPRD DIY, Jumat (2/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di dalam benteng bertahan karena rejeki banyak. Dulu kita di trotoar tapi karena kebijakan semakin menekan kita masuk benteng," katanya.
Kabid penegakan Pol PP Kota Yogyakarta, Kris Suhantini mengatakan bahwa mereka menjalankan tugas untuk operasi penertiban sesuai dengan Perda no 26 tahun 2002. Dimana diatur ada larangan melakukan kegiatan usaha di depan Gedung Agung maupun Monumen Serangan Umum 1 Maret yang sjadi atu kesatuan dengan Vredeburg. Kemudian poin lainya mengatur tentang keindahan, keamanan dan kebersihan.
"Kaitanya dengan keindahan, ini yang sering dilakukan yang mencantelkan barang-barang di pagar. Kami sudah bersinergi dengan pihak museum untuk mengambili walaupun itu tempatnya di dalam museum Benteng Vredeburg, karena itu mengganggu dari sisi keindahan dan kenyamanan," kata Kris Suhantini di DPRD DIY.
Ketua DPRD DIY Yoeke Indra Agung Laksono berjanji akan melakukan mediasi untuk mencari solusi. DPRD akan dialog dengan Pemprov DIY untuk mencarikan jalan keluarnya. Sebelum ada kesepakatan pihaknya berharap ada kelonggaran dari Pol PP. Pedagang asongan siap diatur agar tidak menganggu keindahan.
"Nek sing digandol-gandolke barang dagangan iseh lumayan, lha nek pakaian dalem kan luwih ciloko meneh to," kata Yoeke yang menenmui para pedagang.
Pihaknya berharap ada ruang sedikit bagi pedagang untuk aktivitas di Benteng Vredeburg sampai ada jalan keluarnya. Karena para pedagang mencari rejeki untuk penghidupanya.
"Agar sampai nanti ada jalan keluar dengan Pemprov, mohon ada kelonggaran, sampai ada jalan keluar pasti beliau-beliau ini berkenan untuk diatur," kata Yoeke Indra Agung Lakaona. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini