Civitas Akademika Yogyakarta Desak Ketua MK Mundur

Civitas Akademika Yogyakarta Desak Ketua MK Mundur

Usman Hadi - detikNews
Rabu, 21 Feb 2018 16:20 WIB
Foto: Usman Hadi/detikcom
Sleman - Ratusan civitas akademika Yogyakarta yang terdiri dari guru besar, dosen dan mahasiswa mendesak Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Arief Hidayat mundur dari jabatannya. Mereka menilai Arief sudah tidak layak menjadi hakim konstitusi.

Ratusan civitas akademika tersebut terdiri dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY).

Selanjutnya ada Universitas Ahmad Dahlan (UAD), Universitas Janabadra, Universitas Proklamasi Yogyakarta, Universitas PGRI Yogyakarta, Universitas Cokrominoto. Selain kampus dari Yogyakarta, ada kampus di luar daerah yang ikut serta yakni Universitas Airlangga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berbagai elemen civitas akademika tersebut bersepakat mengirimkan surat terbuka yang ditujukan kepada Ketua MK, Arief Hidayat. Civitas akademika yang terdiri dari 164 dosen dan 136 mahasiswa ini bersepakat meminta Arief mundur dari Ketua MK.

Dekan Fakultas Hukum UII, Aunur Rohim Faqih mengatakan, MK adalah lembaga tinggi negara yang mengedepankan moralitas dan etika. Bila moralitas dan etika dilanggar, maka yang bersangkutan meskipun itu ketua MK harus mundur dari jabatannya.

"Kalau tidak mempunyai moralitas kurang baik, lebih baik tidak usah (menjadi hakim MK) atau (kalau sudah menjadi hakim MK) lebih baik mundur," kata Aunur saat berbagai civitas akademika ini melangsungkan jumpa pers di Gelanggang Mahasiswa UGM, Rabu (21/2/2018)

Dekan Fakultas Hukum UAD, Rahmat Muhajir Nugroho menambahkan, sebenarnya sudah banyak desakan yang disampaikan berbagai elemen masyarakat termasuk akademisi yang meminta Arief mundur dari jabatannya. Namun Arief tidak bergeming.

"Kami berharap beliau (Arief) risih, kami berharap beliau merasa tidak nyaman dengan posisinya sekarang ini," paparnya.

Menurutnya, sosok Arief sudah tidak pantas menjadi Ketua MK. Sebab, Arief sudah terbukti sebanyak dua kali melakukan pelanggaran etik, pelanggaran tersebut jelas mencederai marwah Mahkamah Konstitusi.

"Padahal hakim konstitusi harus memiliki sikap negarawan. Kami melihat beliau (Arief) masih meletakkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan negara," sebutnya.

Sementara Guru Besar Bidang Hukum Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Ratno Lukito mengatakan, pihaknya sangat kaget ketika mendengar kabar bahwa Arief terbukti melanggar kode etik MK. Padahal harapannya terhadap lembaga MK begitu besar.

"Kami berharap Prof Arif legowo menyadari bahwa berbagai kasus etik yang dihadapi ya. Kami memandang beliau sudah tidak layak menjadi hakim MK," katanya.

Hadir pula dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII), Busyro Muqoddas, mempertanyakan sikap Arief yang enggan mundur dari jabatannya. Busyro khawatir ada agenda tersembunyi dibalik sikap Arief tersebut. Padahal, sudah banyak pihak yang meminta Arief mundur.

"Saya sangat khawatir ada agenda tersembunyi dibalik yang bersangkutan (Arief) mempertahankan (jabatannya)," kata Busyro.

Padahal, kata Busyro, Arief telah dua kali terbukti melakukan pelanggaran etik. Menurutnya, karena Arief telah melakukan pelanggaran etik sudah seharusnya dia mundur dari Ketua MK dan Hakim Konstitusi.

"Seharusnya sudah harus mundur, mengapa belum, dan ada apa kalau belum? Ini menjadi catatan saya. Justru itu lah, ada apa dibalik yang bersangkutan tidak mau mundur, ada apa?" tanya Busyro yang juga mantan pimpinan KPK ini.

"Apakah ada kaitan-kaitan dengan apapun juga. Ini tahun politik, tahun depan tahun politik, dan kita belajar dari MK yang dulu," lanjutnya.

Busyro juga menyinggung kasus korupsi di Indonesia. Korupsi, kata Busyro, tidak hanya berupa korupsi yang merugikan anggaran negara, melainkan juga korupsi penyalahgunaan jabatan. Sementara Arief, sambung Busyro, telah melakukan korupsi yang kedua ini.

"Kemudian soal (Arief) menemui anggota DPR tidak di gedung DPR tapi di hotel, itu melanggar kode etik. Jangan sampai MK mengalami demoralisasi hanya oleh satu orang ini," pungkas Busyro.

(bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads