"Ini (pemberian gelar doktor HC) seperti hadiah dari langit," kata Putu di awal pidato ilmiahnya berjudul 'Tradisi Baru' dalam Sidang Senat Terbuka ISI Yogyakarta di Concert Hall, Rabu (21/2/2018).
Ada penampilan berbeda saat Putu menyampaikan pidato ilmiahnya. Putu yang memang sebelumnya sakit berpidato memakai kursi roda, mengenakan topi seperti kebiasaannya, baju batik dan mengenakan sepatu kets berwarna putih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di awal pidatonya, Putu bercerita sebelum mendapat gelar doktor HC dia sudah ditanya beberapa wartawan. Pertanyaannya, apakah dia tidak terbebani dengan pemberian gelar doctor HC dari ISI Yogyakarta.
"Seorang wartawan bertanya kepada saya 'apakah penghargaan ini memberikan beban kepada saya?' Saya jawab 'tidak, saya tidak mempunyai beban apa-apa'. Tetapi sebenarnya saya bohong," ucap Putu disambut tawa para peserta Senat Terbuka ISI Yogyakarta.
![]() |
Putu mengakui pemberian gelar doktor HC tersebut adalah beban berat yang harus dipikulnya. Terlebih dia bukanlah seorang akademisi atau peneliti yang berkecimpung di dunia kampus. "Saya seorang pemimpi, seorang yang merenung saja di dalam kamar," ungkapnya.
"Ketika menerima SMS bahwa saya akan diberi penghargaan (doktor HC dari ISI Yogyakarta) saya siap. Tetapi kemudian saya malu, apa yang saya miliki, apa yang membenarkan saya untuk memperoleh penghargaan ini," lanjutnya.
![]() |
Dalam kesempatan ini Putu juga mengungkapkan alasannya memakai baju batik dan bersepatu kets saat menyampaikan pidato ilmiahnya. Sebab, batik dan sepatu kets disebutnya adalah kekayaan budaya di Indonesia.|
"Izinkan saya berbicara, duduk di depan anda sekalian dengan memakai sepatu kets seperti ini. Karena sepatu kets ini bagian dari tradisi juga. Kemudian izinkan saya memakai baju batik saja. Saya suka memakai baju batik karena baju batik ada di seluruh Indonesia," tutupnya. (mbr/mbr)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini