Raja Paku Buwono II bersama para tokoh seperti Ki Gede Sala, Pangeran Mijil, Tumenggung Honggowongso hingga Kapten Baron Van Hohendorf tak tinggal diam. Akhirnya mereka bersama rakyat melakukan boyongan (memindahkan) keraton ke Desa Sala sebagai tempat pemerintahan yang baru.
Rakyat bergotong royong tanpa memandang golongan mendirikan Keraton Surakarta. Masyarakat pun hidup damai dan sejahtera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Peristiwa tersebut merupakan gambaran sejarah berdirinya Kota Solo pada 273 tahun yang lalu. Adegan demi adegan digambarkan dalam opera kolosal 'Adeging Kutha Sala' di koridor Jenderal Sudirman, Minggu (18/2/2018).
Opera kolosal disajikan secara apik dengan paduan antara tarian, musik Jawa kontemporer. Pentas itu melibatkan 200 seniman dan 500 peserta pendukung dari Solo dan sekitarnya.
"Opera disajikan tanpa dialog. Namun kita sajikan narasi yang dibacakan dalam bahasa Indonesia, mengingat penonton tidak hanya orang Jawa," kata ketua panitia opera, Teguh Priyadi.
![]() |
Sementara Wali Kota Surakarta, FX Hadi Rudyatmo, mengatakan cerita berdirinya Kota Solo selalu digelar setiap tahun. Hal itu dilakukan agar masyarakat lebih mengenal sejarah kotanya.
"Ini sejarah Kota Solo. Dengan menonton drama seperti ini, masyarakat jadi tahu sejarah kotanya," kata Rudy.
![]() |
Cerita Desa Sala yang dibangun dengan bersama-sama, diharapkan dapat diikuti masyarakat Kota Solo saat ini, yakni membangun dan menjaga Kota Solo untuk terus maju. (mbr/mbr)