Meski demikian, dia tidak lupa terus belajar dengan tekun. Di sekolah dia juga menorehkan prestasi dan mendapatkan rangking tioga besar di kelas.
Wafi panggilan akrabnya itu bersekolah di SDN 2 Sedan. Setiap hari ia bersekolah. Usai istirahat di rumah hingga sekitar pukul 15.00 WIB, dia mulai menyiapkan kacang yang telah dibungkus untuk dijajakan. Kacang dan makanan kecil lainnya seperti makaroni dijual dengan harga Rp 1.000/bungkus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau pulang sekolah tidur dulu, sampai asar. Setelah itu mandi, salat asar, baru beres-beres. Pulang biasanya jam 8 malam, sampai rumah baru belajar lagi," tutur Wafi.
Ia mengaku rutinitas berjualan kacang itu baru dilakoninya sejak awal kenaikan kelas 3. Alasannya, karena ekonomi keluarga yang memaksa ia harus berjualan kacang, guna menambah penghasilan keluarga.
"Dulu awalnya disuruh ibu, gak punya uang. Bapak, ibu, mbak, semuanya jualan waktu itu. tapi sekarang ya pengen saya sendiri. Buat uang saku sekolah," katanya.
Wafi merupakan anak pasangan dari Kholis dan Elok. Kholis, setiap harinya hanya bekerja serabutan. Sedangkan Elok, ibu Wafi sebagai ibu rumah tangga. Wafi memliki satu kakak yang masih duduk di kelas 6 MI Sedan. Ia juga punya dua adik laki-laki yang masing-masing masih usia TK dan balita.
"Kalau pagi ibu yang beli di toko, terus kacangnya dibungkusin sendiri sama makaroninya ini. Itu sepeda saya sendiri, ya beli dari uang ini. Gak tau tiba-tiba bisa aja beli," ungkapnya bangga.
Wafi bercerita selalu mendapatkan ranking tiga besar di kelasnya. Saat kelas 1, ia mengaku menyabet peringkat kedua di kelas. Selanjutnya di kelas dua menjadi tiga besar. Sembari menungu pembeli, ia tak jarang membawa buku pelajaran untuk sekedar belajar atau mengerjakan PR.
"Kalau pulang jualan nanti di rumah dilanjutkan belajar lagi," pungkas dia. (bgs/bgs)