Juru pelihara Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kelenteng Hok Tik Bio, Mulyono mengatakan rangkaian sembahyang ritual itu adalah Bwee Gee yang merupakan hari berterima kasih kepada Hok Tik Cing Sin. Ini sudah dilakukan 1 Februari 2018 lalu.
![]() |
"Ada lagi Siang Ang/Siang Sien (Toa Pek Kong Naik), ini Dewa naik menghadap Tuhan nanti 9 Februari. Selanjutnya akan ada bersih-bersih Rupang atau patung Dewa, pada 11 Februari," kata Mulyono ditemui detikcom di Kelenteng Hok Tik Bio, Rabu (7/2/2018).
Setelah kata dia, akan berlanjut pada rangkaian lainnya sembahyang Tahun Baru Imlek tanggal 16 Februari, dan esoknya Pao-Un/Ci Swak merupakan ruwatan pada 17 Februari.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada 21 Februari ada sembahyang Chao Soe Kong atau Dewa Obat ulang tahun," ungkapnya.
Ada lagi sembahyang selanjutnya yaitu King Thi Kong atau sembahyang sama Tuhan pada 23 Februari, sembahyang Hari Kenaikan Kwan Sing Tee Koen atau Dewa Pengadilan pada 28 Februari, dan kemeriahan lainnya adalah Cap Go Meh atau Goan Siaw 2 Maret.
"Nanti pada Cap Go Meh akan ada lontong opor yang jadi menunya," lanjut Mulyono.
Pantauan di lokasi, lampion warna merah sudah terpasang, patung dewa berikut rumahnya juga sudah bersih. Tidak ketinggalan altar juga terlihat sudah ditata rapi dan bersih. Semua sudah siap menyambut umat yang datang ke Hok Tik Bio. Warna merah dan emas , disertai harum aroma hio juga memenuhi kelenteng. Halaman juga sudah bersih.
Jumlah umat yang biasanya datang ke kelenteng sekitar 50 kepala keluarga. Sebagian besar dari Kecamatan Kota, dan sebagian kecil dari Kecamatan Jati. "Biasanya tambah ramai saat perayaan Imlek," tuturnya.
![]() |
Dalam kesempatan itu, pria 65 tahun juga menceritakan sekilas tentang sejarah kelenteng. Diperkirakan kelenteng ini yang paling tertua di Kabupaten Kudus. Kalau Kelenteng Hok Ling Bio dekat Menara Kudus dibangun abad XV, maka Kelenteng Hok Tik Bio dibangun jauh di masa sebelumnya.
"Kelenteng ini yang paling tua di Kudus. Saya tak ingat tahun berapa berdiri. Sejak zaman penjajahan Belanda, kelenteng ini berada di Bogo dekat Sungai Wulan, yang jadi perbatasan Kudus-Demak," kata Mulyono.
Kelenteng dipindah karena kerap terjadi banjir di wilayah Bogo. Akhirnya dipindah di lokasi saat ini. Kelenteng ini juga jadi saksi bisu pecahnya Perang Kuning yang pecah di Keresidenan Pati. Pada perang itu, warga keturunan bersatu dengan penduduk pribumi melawan Belanda.
Saat ini, kelenteng telah mengalami renovasi dua kali. Yaitu pada 1995 dengan renovasi di tempat sembahyang. Serta pada 1997, renovasi di tempat santai umat. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini