Namun, produksi tenun di Desa Troso Kecamatan Pecangaan ini mayoritas masih menggunakan bahan sintetis, yang kurang ramah terhadap lingkungan. Dari sinilah, produksi tenun menggunakan bahan alami mulai dilakukan.
Ahmad Karomi, pemuda berusia 28 tahun ini menggagas produksi tenun menggunakan bahan alami yang ramah lingkungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan, pewarna yang digunakan terbuat dari kayu mahoni, daun mangga, daun randu, kulit pohon joho dan jolawe.
"Caranya bahan-bahan tersebut dipotong kecil-kecil kemudian digodok (ekstraksi). Ekstraksi menghasilkan zat asam, untuk netral untuk penguncian warna diberi zat basa. Seperti kapur, tawas supaya tetap ramah lingkungan," paparnya.
|  Karomi, pengrajin Tenun Troso di Jepara. Foto: Wikha Setiawan/detikcom | 
Selama ini, produksi tenun miliknya itu dijual secara online. Biasanya, pesanan datang dari sahabat dan sebagian dari jaringan komunitas.
"Memang belum banyak diproduksi, hanya terbatas bagi yang memesan, komunitas, teman atau saya pakai sendiri. Terakhir ada pesanan dari sebuah kafe di Jakarta yang rencananya akan dibuat seragam," lanjut pendiri Komunitas Omah Petrok ini.
Untuk tenun produksinya dibanderol Rp 250 ribu per meter.
"Harga rata-rata Rp 250 ribu. Untuk motif bisa sesuai keinginan pemesan. Namun yang sedang kami kembangkan motif gunungan dan bunga," paparnya.
Ke depan diharapkan Tenun Troso dapat terus berkembang. Baik ciri khas motif hingga kualitas produksi yang ramah lingkungan.
"Kalau tenun di sini dikembangkan hanya kepentingan bisnis. Tenun dari sini banyak di pesan dari Kalimantan, Lombok, Bali tapi motifnya dari pemesan bukan motif asli sini," pungkasnya. (sip/sip)








































.webp)













 
             
  
  
  
  
  
  
 