Salah seorang tokoh masyarakat di Desa Bejiharjo, Tukijo mengatakan, tradisi memukul kentongan dan lesung saat gerhana memang sudah mulai ditinggalkan, termasuk di Bejiharjo. Namun, lanjutnya, masih ada beberapa warga yang tetap melestarikan tradisi tersebut.
"Sudah berkurang yang melestarikan tradisi, tetapi masih ada beberapa yang memukul kentongan dan lesung," kata Tukijo kepada wartawan di Bejiharjo, Rabu (31/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagian masyarakat di sini masih percaya tentang (cerita di balik) fenomena gerhana matahari dan bulan," ungkapnya.
Tukijo melanjutkan, tradisi memukul kentongan dan lesung ini diwariskan para leluhur. Dulu, ketika muncul gerhana bulan maupun matahari tanpa diperintah warga kompak memukul kentongan dan meminta para ibu hamil bersembunyi di bawah tempat tidur.
"Setelah gerhana selesai, perut ibu hamil diolesi abu hangat yang berasal dari perapian dapur, tidak boleh yang dingin sambil mengucapkan 'ojo kaget yo jabang bayi (jangan kaget janin). Tak hanya itu, kambing dan sapi (bunting) juga diolesi abu di perutnya," ucapnya.
Saat ini, hanya sebagian kecil masyarakat yang tetap berupaya melestarikan tradisi ini. Salah satunya adalah warga Dusun Gelaran yang akan tetap memukul kentongan dan lesung guna mengusir buto.
"Kami sudah menyiapkan teropong dan kentongan. Ini kami lakukan semata-mata untuk melestarikan tradisi," pungkas dia. (sip/sip)











































