Salah satunya dirasakan oleh Imam Suparjo (62) petani asal Desa Pucang, Kecamatan Bawang. Jagung yang ia tanam sejak akhir tahun 2017 lalu tidak ada lagi yang bisa dipanen. Semua bonggol jagung yang masih menempel dibatang ludes disikat tikus. Saat ini yang tersisa hanya pohon dan batang jagung saja.
"Hama tikus di Desa Pucang sangat banyak. Sehingga banyak petani di sini yang gagal panen," ujarnya saat ditemui di kebun jagung di Desa Pucang, Kamis (25/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Daripada ditanami juga tidak sampai memanen. Itu merugikan petani karena sudah mengeluarkan biaya operasional dan produksi," kata dia.
Ia mengaku sudah memberantas hama tikus tersebut dengan menggunakan obat dari penyuluh pertanian. Namun, karena jumlah tikus yang banyak membuat pemberantasan hama ini tidak terlalu berpengaruh.
"Tahun-tahun sebelumnya memang sudah ada hama tikus di Desa Pucang, tetapi saat ini jumlahnya semakin banyak," tuturnya.
Imam juga menyebutkan, di sekitar tempat tinggalnya, ada 50 hektar lahan padi dan jagung ludes dimakan tikus. Menurutnya, semakin banyaknya populasi hama tikus di daerahnya lantaran sistem tanam yang tidak serentak. Sehingga, saat diberantas tikus lari ke lahan lainnya.
"Kami berharap ada upaya lain untuk memberantas popuasi hama tikus tersebut. Sebab, penghasilan padi dan jagung ini menjadi mata pencaharian pokok sebagian warga di Desa Pucang," katanya.
![]() |
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Banjarnegara Singgih Haryono mengakui jika hama tikus selalu mengancam tanaman padi dan jagung. Selain itu, menurutnya hama tikus juga termasuk hama yang susah untuk dibasmi.
"Tetapi kalau nanti diberi obat tidak ada dampaknya, kami akan melakukan upaya lain seperti dilakukan gropyokan," ujarnya.
Sementara untuk sistem tanam serentak kata Singgih hal tersebut memang bisa mengurangi serangan hama tikus. Karena bisa membagi risiko serangan tikus namun tidak efisien.
"Kami tetap akan melakukan upaya-upaya lain untuk membasmi serangan hama tikus," ucapnya. (bgs/bgs)