Universitas Gadjah Mada (UGM) akan mengusulkan salah satu pendirinya, Prof dr Sardjito, sebagai pahlawan nasional. Guru besar pertama di UGM tersebut dinilai memiliki andil besar dalam bidang kemanusiaan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia.
"Hari Kamis (25/1) kita akan ada seminar ragional untuk persiapan pengajuan Prof dr Sardjito sebagai pahlawan nasional," kata Guru Besar Fak Kedokteran UGM, Prof Sutaryo, di sela pembukaan pameran foto Prof dr Sardjito di Balairung UGM, Senin (22/1/2018).
"Salah satu syaratnya (pengajuan gelar pahlawan nasional) kan harus ada seminar ragional dan seminar nasional. (Seminar) ragionalnya besok tanggal 25 Januari di sini, nasionalnya nanti Insya Allah tanggal 27 Februari di Jakarta," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof dr Sardjito, lanjut Sutaryo, nantinya akan diajukan sebagai pahlawan nasional kategori pejuang kemerdekaan. Sebab, selain sebagai akademisi, Sardjito juga ikut berjuang fisik dalam melawan penjajah. "Beliau penerima bintang gerilya," jelasnya.
"Jasa beliau nomor satu perjuangan menegakkan Republik Indonesia, lima tahun pertama itu luar biasa. Kedua di bidang pendidikan, nomor tiga di bidang kesehatan, nomor empat sebetulnya sebagai negarawan," lanjutnya.
Sutaryo mengatakan, selama ini banyak orang tidak mengetahui bahwa Prof dr Sardjito juga berjasa memperkenalkan Indonesia ke dunia luar. Salah satu penelitiannya mengenai Candi Borobudur tersebar, akhirnya Indonesia dan Borobudur dikenal luas di dunia internasional.
"Kemudian dengan Colombo Plan yang ada di sini, ini mencuatkan nama Indonesia di dunia internasional. Khususnya setelah perang dunia kedua, karena Colombo Plan itu adalah restorasi setelah perang dunia kedua," kata Sutaryo.
"Beliau itu (Prof dr Sardjito) juga ketua Budi Utomo di Jakarta dan dengan Bung Karno itu sama garisnya, non kooperasi. Tahun 1945 di Bulan September (Prof dr Sardjito) tidak mau diplomasi dengan Belanda," tambahnya.
Guru Besar Sejarah UGM, Djoko Suryo, menambahkan Sardjito tidak hanya dikenal sebagai seorang ilmuwan, melainkan juga dikenal sebagai pejuang kemerdekaan. Setelah lama berada di Belanda, Sardjito memilih kembali ke tanah air untuk berjuang bersama rakyat untuk mempertahankan kemerdekaan. Namanya juga diabadikan sebagai nama rumah sakit pemerintah terbesar di Yogyakarta.
"Dia (Prof dr Sardjito) seorang ilmuwan tetapi berhati seperti rakyat biasa. Dia kembali ke tanah air terus ikut berjuang dengan pemuda-pemuda lain. Dia tidak hanya di meja, tetapi juga sampai ke rakyat," kata Djoko.