"Kalau di Jepang ada seorang Pengemis Agung, inilah Pengamen Agung Indonesia, Sujud Sutrisno," kata Djaduk kepada wartawan di rumah duka, di Kampung Badran nomor 533, RT 51, RW 11, Bumijo, Jetis, Yogyakarta, Selasa (16/1/2018).
"Iya, waktu itu saya kasih penghargaan sebagai Pengamen Agung. Saya terinspirasi oleh seorang budhis, biksu dari Kota Nara di Jepang, karena memilih dunianya itu. Dan Pak Sujud kayaknya juga konsisten dengan pilihan itu," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi Pak Sujud tetap konsisten dengan dunia itu (pengaman jalanan) dan tidak belok ke mana-mana dari akhir tahun 60-an sampai beliau dipanggil oleh Tuhan. Saya kira beliau sebagai penghibur yang sangat luar biasa," ungkapnya.
Djaduk mengenakan topi dan membawa kendang milik Sujud (Foto: Usman Hadi/detikcom) |
Djaduk juga mengomentari dua kendang dan topi milik Sujud yang diserahkan pihak keluarga kepada dirinya. Djaduk sendiri juga kaget ketika pihak keluarga memilih menyerahkan benda berharga milik Sujud kepadanya.
"Saya juga sangat kaget ketika keluarga (Sujud Kendang) tadi, saya diminta untuk merawat kendang pusakanya Pak Sujud ini. Karena dari alat ini lah nama Pak Sujud bisa dikatakan sangat mendunia," ucapnya.
Djaduk belum mengetahui mau dikemanakan benda pusaka milik Sujud tersebut. Namun karena kendang milik Sujud diamanahkan kepadanya, dia berjanji akan menjaga kendang tersebut, karena kendang itu adalah saksi perjalanan hidup Sujud.
"Saya belum tahu (mau dikemanakan), tetapi ini sebuah amanah yang harus saya pelihara dan pasti ini tentunya punya sejarah yang panjang. Dengan inilah kehidupan Pak Sujud ada di tangan (kendang) ini," pungkasnya. (mbr/mbr)












































Djaduk mengenakan topi dan membawa kendang milik Sujud (Foto: Usman Hadi/detikcom)