Isu Mahar Politik Dinilai Bisa Pengaruhi Suara Hingga Pilpres Nanti

Isu Mahar Politik Dinilai Bisa Pengaruhi Suara Hingga Pilpres Nanti

Arbi Anugrah - detikNews
Senin, 15 Jan 2018 16:30 WIB
Ilustrasi. Foto: Zaki Alfarabi
Purwokerto - Belum lagi perbincangan redam soal pengakuan La Nyalla Mattalitti soal 'mahar' politik yang diminta Ketum Gerindra Prabowo Subianto, menyusul muncul pengakuan Brigjen Pol Siswandi diminta mahar miliaran Rupiah oleh PKS untuk Pilwalkot Cirebon. Isu mahar politik ini dinilai tak hanya berpengaruh pada pilkada 2018, tapi juga di Pilpres dan Pileg.

"Sepanjang hal tersebut bisa dikemas oleh lawan politiknya untuk menjatuhkan citra ya bisa saja mempengaruhi dukungan publik. Bukan hanya di pilkada. Bisa saja juga untuk pileg dan pilpres," kat peengamat politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto Ahmad Sabiq kepada detikcom melalui pesan singkat, Senin (15/1/2018).

Isu ini, menurutnya akan tetap diolah, meskipun dia menilai hampir semua partai politik melakukan hal tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Meskipun secara jamak hampir semua partai berbuat demikian. Namun yang terekam publik adalah partai yang sedang hangat dipermasalahkan," jelasnya.

Dia menjelaskan, untuk bisa mengamankan suara baik di Pilkada 2018 hingga pilpres nanti, parpol yang saat ini tengah dirundung isu mahar harus mampu menjelaskan kepada publik jika partainya bebas mahar.

"Partai-partai tersebut harus mampu menegaskan bahwa pencalonan di partainya bebas mahar," kata Sabiq.

Selain itu, lanjut dia, semua biaya-biaya operasional dari calon untuk pemenangan Pilkada lewat partai harus ditransparansikan ke publik.

"Jangan sampai publik menduga-duga bahwa sejumlah besar mahar mengalir langsung ke kantong oknum pimpinan partai yang menjadikan rekomendasi layaknya bisnis berkala," ujarnya.

Sedangkan terkait dinamika politik lokal dan komitmen para pasangan calon untuk tidak memobiliasi birokrasi dan ASN. Menurut dia sangat sulit untuk tidak memanfaatkan ASN.

"Sangat sulit diharapkan para paslon tidak memanfaatkan ASN. Kalaupun ada pernyataan komitmen untuk itu ya hanya formalnya saja," jelasnya.

Lalu apa yang harus dilakukan agar ASN ini benar-benar dijamin tak dilibatkan dalam dinamika pilkada.

"Agar ASN tidak terlibat harus ada atmosfir politik yang sehat bagi mereka," jelasnya.

Namun biasanya, kata dia, para ASN dalam jajaran birokrasi Pilkada seperti menghadapi buah simalakama. Jika tidak mendukung atasannya yang maju dalam Pilkada, lanjutnya, bukan hal yang mustahil mereka akan menjadi korban politik.

"Jika tidak mendukung atasan misalnya, bukan saja dinilai tidak loyal bahkan bukan hal yang mustahil selepas pilkada mereka akan menjadi korban politik. Misalnya, dimutasikan ke bidang yang tidak strategis atau ke tempat yang tidak sesuai dengan keahlian mereka," jelasnya.

"Dan sudah menjadi rahasia umum jajaran birokrasi yang turut mendukung kandidat dan terlibat aktif sebagai tim sukses, pasca pilkada akan menikmati promosi jabatan pada posisi-posisi penting meskipun tidak sesuai dengan kompetensi mereka," ujarnya.

Meskipun demikian, mereka yang tidak menjalankan prinsip netralilitas sebenarnya juga tetap rentan menjadi korban politik jika kandidat yang terpilih sebagai kepala daerah bukan atasan yang didukungnya. (arb/sip)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads