"Ancaman yang datang dari luar menjadi kekhawatiran yang harus terus diwaspadai, contohnya anak punk," ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Magelang, Wulandari Wahyuningsih, di sela kunjungan Media Trip bersama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Jumat (29/12/2017).
Dia menjelaskan, anak punk merupakan remaja pendatang dari daerah lain yang biasanya bergerombol di pinggir jalan. Mereka memiliki ikatan yang sangat solid. Anggota yang masuk akan diterima akan diajak mengikuti kegiatan mereka bahkan bisa menghasilkan uang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selama ini, penindakan terus dilakukan dengan berkoordinasi dengan Satpol PP untuk merazia tempat-tempat umum.
"Perlu ada kepedulian dari masyarakat terhadap ancaman masalah anak seperti ini guna terus menekan angka kekerasan terhadap anak. Di tingkat wilayah, kami terus berupaya meningkatkan fasilitas pemenuhan hak anak dan peran serta berbagai pihak," ungkap Wulandari.
Dia menyebutkan, angka kekerasan terhadap anak di Kota Magelang terus menurun. Tahun 2017 hanya terjadi 6 kasus, yang diklaim terendah seluruh Indonesia. Angka ini terus menurun dari data tahun 2012 yang masih tercatat 67 kasus. Tahun lalu, angkanya sebesar 11-12 kasus.
"Tahun ini hanya enam, itu pun tidak signifikan, dalam arti tidak kasus berat, misalnya ada laporan tapi ketika divisum tidak terbukti, lalu bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan," terangnya.
Salah satu hal yang menguntungkan adalah Kota Magelang merupakan daerah yang terang, tidak ada wilayah sepi.
"Semua wilayah ramai, apalagi Kota Magelang ada pusat militer, jadi aman," katanya.
Deputi Menteri Bidang Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin mengungkapkan, Kota Magelang merupakan salah satu dari enam Kota Layak Anak kategori Nindya. Lima daerah lainnya yakni Kota Denpasar, Kota Padang, Kabupaten Bogor, Kota Depok dan Kabupaten Gianyar.
Kota Magelang dipilih karena memiliki program yang signifikan dan unik memenuhi 24 indikator Kota Layak Anak, di antaranya ada Bapak KLA, Perda, database, serta gugus tugas untuk rencana aksi daerah. Meski demikian, masih ada beberapa hal perlu dibenahi salah satunya masih ada 8% anak belum memiliki akte kelahiran.
"Akte kelahiran ini hak yang paling penting untuk anak karena berhubungan dengan fasilitas untuk anak ke depan seperti pendidikan dan pelayanan publik," katanya.
(bgs/bgs)