Adanya peta itu memudahkan investor atau pihak terkait bila ingin berinvestasi atau mengembangkan usaha di Sleman.
"Peta ini dibuat berdasarkan masukan dari berbagai dinas dan pihak terkait, melalui diskusi dan pemetaan lapangan. Karena selama ini batas zona KRB belum dapat secara mudah diketahui," kata Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sleman, Arif Setio Laksito, di sela Ekspose Peta Kolaboratif dan Aturan Zonasi KRB Gunung Merapi, Kamis (28/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses pembuatan peta kolaboratif mengacu pada Perpres 70/2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Taman Nasional Gunung Merapi, Perda Sleman 12/2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), peta area terdampak erupsi dan lahar dingin Gunung Merapi, serta peta kolaboratif skala besar zona rawan bencana terdampak erupsi Gunung Merapi.
Melalui peta itu, masyarakat yang akan mendirikan bangunan atau berkegiatan, hingga pejabat ketika akan membuat kebijakan atau membangun perkantoran di kawasan KRB, bisa melihat titik mana saja yang diperbolehkan atau dilarang.
"Masyarakat banyak yang tidak tahu bahwa rumah atau tempat usahanya masuk zona mana, sehingga tidak tahu mana aktivitas dan kegiatan yang boleh, mana yang tidak boleh. Nanti dengan peta ini, bisa melihat zonasinya," jelas Arif.
Ditambahkannya, peta kolaboratif yang bisa diakses secara online melalui website/aplikasi GIS Peta Kolaborasi KRB Merapi ini, juga bertujuan untuk membetengi masuknya investasi ke kawasan KRB Merapi.
"Ketika investor mau masuk ke wilayah KRB, kita bisa mengarahkan, jangan di situ, di sini saja yang sesuai peruntukan. Contohnya seperti itu," imbuhnya. (bgs/bgs)