Misa natal malam ini digelar di Kapel Santa Perawan Maria, Dusun Sadang, Desa Rejosari, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang. Misa Natal tersebut dipimpin Romo Hartono PR dari Paroki Santo Thomas Rasul Bedono, Kecamatan Jambu.
Umat yang menhadiri misa kebanyakan memakai pakaian adat Jawa yakni surjan, kemudian umat duduk lesehan. Sedangkan pohon natal pun dibuat dengan memanfaatkan tanaman di sekitarnya.
![]() |
Hiasan yang dipakai antara lain memanfaatkan pohon kelapa, sabut, daun/pelepah kelapa dan bonggol jagung. Iringan musik antara lain angklung, kulintang, rebana dan gamelan lengkap baik pelog maupun slendro. Adapun persembahan yang dibawa antara lain berupa sayuran dan buah-buahan seperti, pepaya, durian, apokat, pisang, gula jawa, kelapa dan hasil bumi lainnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita pun diajak juga ketika mau menghargai yang lain, mau menjadi seperti itu. Umat di sini juga mewujudkannya ketika menghargai kemanusian, kebudayaan, mau memakai pakaian budaya Jawa, memakai sumber-sumber alam yang ada di sini dan tidak terjebak memakai simbol-simbol umum yang ada di banyak tempat," ungkap Romo Hartono usai memimpin Misa Natal kepada detikcom, Minggu (24/12/2017), malam.
![]() |
Menurutnya untuk menghias pohon natal kebanyakan memakai pohon cemara, namun di kapel tersebut berbeda. Mereka memanfaatkan bahan-bahan alam yang ada.
"Sekarang kita pakai bahan dari buah-buahan dan sayuran lokal. Karena Allah mau menghargai manusia, mengapa kita tidak belajar menghargai apa yang ada di sekitar kita," tuturnya.
Pakaian surjan yang dipakai tersebut, katanya, sekalian untuk melestarikan budaya Jawa. Menurutnya, ada banyak hal yang selama ini cenderung dikesampingkan dan diabaikan, baik kebudayaan, kesenian, gamelan serta keroncong.
"Dengan ini, orang-orang muda, anak-anak termasuk yang tua memakai kembali, mencinta kembali. Bukan hanya kebudayaan dalam arti kesenian, tetapi sebenarnya juga terlihat dalam dekorasi dari hasil-hasil bumi. Kita nggak pakai bunga potong karena kita tidak menanam bunga di daerah sini, tapi pakai hasil bumi ada durian, kelapa, petai. Semua itu, kita hargai itu milik kita. Itu anugerah Tuhan yang paling nyata untuk warga umat di daerah sini," ujarnya.
Ketua Panitia Natal Kapel Santa Prawan Maria, Jarot Susanto R menambahkan peribadatan ini untuk menghidupi budaya lokal, yang dilupakan kemudian diangkat lagi. Demikian halnya dekorasi dengan memanfaatkan bahan-bahan alam yang ada.
"Baju lurik kita pakai sebagai bentuk menyayangi. Kemudian diakhir misa dilangsungkan kenduri yang sebenarnya mau meneladani Yesus membuat lima roti dan dua ikan untuk 5 ribu orang. Ini berkumpul biar menyatu perwujudkan teman-teman kita tanpa membedakan," katanya.
![]() |
Mengakhiri misa tersebut dilangsungkan dengan kenduri dan makan bersama. Nasi maupun lauk pauk menggunakan alas daun pisang. Semua umat berbaur duduk lesehan menikmati menu yang telah dibawa dari rumah masing-masing. (bgs/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini