"Kenapa saya tidak mau di sana, karena ada orang bersalah tapi dimakamkan di sana (TMP Kalibata)," ungkap Meutia Hatta menirukan kata ayahnya.
Hal ini disampaikan Meutia saat menjawab pertanyaan peserta diskusi 'Keteladanan dan Pemikiran Mohammad Hatta' di Balai Utari, Mandala Bakti Wanitama di Jl Laksda Adisutjipto Yogyakarta, Kamis (21/12/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya itu, Meutia mengatakan bahwa Bung Hatta merasa dirinya adalah seorang rakyat biasa.
Bung Hatta baru diangkat menjadi seorang pahlawan nasional pada tahun 2013 lalu. Saat itu Meutia ditanya Presiden SBY, apakah Mohammad Hatta sudah mendapatkan gelar pahlawan nasional.
"Waktu itu saya jawab, belum, Pak," katanya.
Menurutnya Bung Hatta belum mendapatkan gelar pahlawan nasional di masa Orde Baru meski diakui sebagai seorang proklamator. Hal itu, kata Meutia, disebabkan karena sosok Bung Hatta tidak dipahami secara utuh.
Meutia mengatakan bahwa Orde Baru melihat Bung Hatta secara bersama Bung Karno, sebagai seorang proklamator. Sementara Bung Karno waktu itu dianggap bermasalah.
"Dia (Bung Hatta) tidak protes," kata Meutia yang datang didampingi adiknya Gemala Hatta.
Meutia kemudian melanjutkan cerita, pada tahun 1972 keluarganya sempat tidak bisa membayar listrik dan air di rumahnya di Jl Diponegoro, Jakarta. Waktu itu Gubernur DKI, Ali Sadikin.
"Pensiun bapak waktu itu kecil sekali dan tidak sanggup membayarnya. Bapak meminta silakan di potong. Kemudian oleh Pak Ali Sadikin (Bung Hatta) diangkat sebagai warga kehormatan," katanya.
Menurutnya dalam keluarganya sosok Hatta dikenal selalu mengajarkan untuk bersikap jujur dan sederhana. Dia selalu memegang prinsip yang kuat dan mempunyai integritas tinggi serta terjaga.
"Bung Hatta memang tidak pernah meminta dan dia tidak mau disuruh meminta. Bung Hatta punya prinsip harus jujur, sebab kalau bohong akan membuat kebohongan yang lain. Itu yang diajarkan (Bung Hatta) kepada keluarga," kata Meutia.
Gemala Hatta menambahkan saat meninggal, ayahnya hanya meninggalkan tabungan di bank sebesar Rp 2,4 juta. Ayahnya juga tidak punya saham perusahaan seperti orang lain serta tidak mencari proyek yang lain.
"Hanya tabungan di bank yang jumlahnya kecil, Sedang rumah di Mega Mendung Bogor itu dibeli dari hasil menambung," katanya.
Menurutnya keinginan bapaknya dikuburkan di TPU Tanah Kusir juga telah tertulis di prasasti yang ingin dikuburkan bersama rakyat biasa.
"Saya ingin dikubur di kuburan rakyat biasa. Saya adalah rakyat biasa," katanya.
Dia juga menceritakan pengalamannya sehari-hari di rumah mengenai cara bersikap sopan santun kepada siapapun termasuk kepada istri atau ibunya Rahmi Hatta. (sip/bgs)