"Sudah lama banget, sudah puluhan tahun tidak ada penyakit difteri di Boyolal," ujar Kepala Dinkes Boyolali, Ratri S Survivalina, di kantornya Senin (11/12/2017).
Pihaknya akan berusaha cakupan imunisasi hingga 100 persen. Minimal 98 persen untuk memberikan kekebalan kepada anak-anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Cakupan minimal 98 persen itu sebenarnya sudah memberikan kekebalan kepada persona dan komunal. Komunal itu dalam satu lingkungannya. Tetapi kalau kurang dari itu nanti ada lokasi-lokasi komunitas yang kekebalannya rendah, di situ berpotensi masuknya kuman atau virus," katanya.
Beruntung, lanjut dia, di Boyolali cakupan imunisasi difteri sudah bagus. Dijelaskan, program imunisasi dasar yakni pada anak usia 0 sampai 9 bulan.
Jika sebelumnya ada tiga kali dosis yakni vaksi DPT (Difteri, Pertusis dan Tetanus), sekarang ini ditambah lagi HIB (haemophilus influenzae tipe b) dan hepatitis B, menjadi pentavalen.
"Jadi biar saat imunisasi itu tidak berulang-ulang disuntik. Sekali suntik untuk lima jenis kekebalan. Itu untuk anak usia 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan. Imunisasi dasar," jelas dia.
Selanjutnya, imunisasi diulang lagi saat anak di usia Sekolah Dasar (SD) melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS), yang dilaksanakan setiap tahun sekali, di awal bulan September. Diberikan pada anak kelas I, kelas 2 dan kelas 3.
"Setiap tahun sekali mendapat imunisasi TD (Tetanus Difteri) dan DT (Difteri Tetanus). Itu sama saja, hanya beda dosis," imbuh Ratri.
Menurut Ratri, imunisasi tersebut idealnya diulang setiap 10 tahun sekali. Hanya saja, untuk orang dewasa kekebalannya dianggap sudah cukup, karena sudah bisa tumbuh dan bisa melawan penyakit sendiri.
"Kecuali yang kena penyakit AIDS atau penyakit yang melumpuhkan kekebalan tubuh seperti lupus, bisa sih terjangkit lagi," terang Ratri. (sip/sip)











































