Digugat Praperadilan, Ini Kata Polda DIY Soal SP3 Kasus Gua Pindul

Digugat Praperadilan, Ini Kata Polda DIY Soal SP3 Kasus Gua Pindul

Ristu Hanafi - detikNews
Kamis, 07 Des 2017 15:33 WIB
Suasana sidang di PN Sleman siang ini. Foto: Ristu Hanafi
Sleman - Kapolda DIY dan Kapolres Gunungkidul digugat praperadilan oleh Atiek Damayanti terkait keputusan penghentian penyidikan (SP3) kasus pengelolaan Gua Pindul, Gunungkidul. Melalui surat duplik yang dibacakan oleh kuasa hukum dari Bidang Hukum Polda DIY, ini jawaban Kapolda DIY (termohon praperadilan I) dan Kapolres Gunungkidul (termohon II) pada sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Sleman.

"Selama proses penyelidikan dan penyidikan, dalam proses selanjutnya ditemukan fakta-fakta hukum baru," kata salah satu kuasa hukum termohon, Heru Nurcahya, kepada detikcom di sela masa istirahat sidang, Kamis (7/12/201).

Fakta hukum yang dimaksud yakni putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 85/PUU-XI/2013 yang pada pokoknya menyatakan bahwa Undang-undang 7/2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan UUD 1945, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan menyatakan Undang-undang 11/1974 berlaku kembali.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan putusan MK tersebut, maka dasar hukum penyidikan termasuk penetapan tersangka terkait laporan kasus pengelolaan Gua Pindul menjadi batal. Karena penyidik salah satu landasan hukumnya mengacu UU 7/2004 yang tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat pasca putusan MK," kata Heru.

Diakuinya, hal itu karena laporan dari Atiek diterima polisi pada 12 Februari 2014, jauh sebelum terbitnya putusan MK tanggal 18 Februari 2015.

Selain itu, dasar penghentian penyidikan mengacu ketentuan Pasal 4 ayat (2) Undang-undang 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA) yang mengatur asas horizontal. Yakni pemilik tanah dan benda atau segala sesuatu yang berdiri sendiri di atas tanah itu adalah terpisah.

"Asas pemisahan horizontal ini memisahkan tanah dengan benda lain yang melekat pada tanah itu, penjelasannya di romawi II angka 1, disebutkan dalam pada itu hanya permukaan bumi saja, yaitu yang disebut tanah yang dapat dihaki oleh seseorang," jelasnya.

Juga berdasarkan Keputusan Menteri ESDM Nomor 1451 K/10/MEM/2000 tentang pedoman teknis pemerintah bidang pengelolaan air bawah tanah. Dalam Pasal 11 ayat (2) menyebutkan 5 jenis izin yakni eksplorasi bawah tanah, izin pengeboran air bawah tanah, penurapan mata air, pengambilan air bawah tanah, dan pengambilan mata air.

"Untuk penggunaan air tanah sebagai media usaha seperti pada Gua Pindul belum diatur dalam keputusan menteri tersebut, sehingga penyidik menyimpulkan usaha Gua Pindul tidak diperlukan izin," imbuh kuasa hukum termohon lainnya, M Marpaung.

Untuk diketahui, Atiek Damayanti selaku pemilik lahan lokasi keberadaan Gua Pindul berbekal sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) nomor 01335 seluas 5889 meter persegi dan sertifikat nomor 01336 seluas 4776 meter persegi yang masing-masing tertanggal 24 April 2001, mengklaim sebagai pihak yang paling berhak mengelola Gua Pindul. Enam orang dilaporkannya ke Polres Gunungkidul dengan tudingan memanfaatkan dan mengeruk keuntungan materi dari Gua Pindul tanpa seizin darinya selaku pemilik lahan.

Setelah proses hukum bergulir, satu orang ditetapkan sebagai tersangka inisial SB. Namun, proses hukum tersebut akhirnya dihentikan pada 17 Maret 2015 setelah penyidikan diambil alih Polda DIY. Hal itu yang mendasari Atiek melayangkan gugatan pra peradilan. (sip/sip)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads