Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN), Komjen Budi Waseso menunjukkan proses pembuatan obat terlarang itu yang ada di Semarang, Jawa Tengah itu.
Buwas mengajak masuk dari pintu samping dan langsung ada tumpukan bahan baku di ruangan pertama yang ditemui. Ia menjelaskan bahan baku langsung dibawa ke ruang pengolahan berisi mesin pengoplos, mesin pengayak, dan tempat pengering.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Dia kemudian menunjukkan ruang berikutnya yang berisi mesin pencetak butiran obat. Bahan baku yang sudah diolah dan dikeringkan berupa bubuk dimasukkan dari atas mesin.
"Dicetak di sini. Sekali cetak 35 butir (per detik) kemudian diangkut ke ruangan sebelah," paparnya.
Ruangan berikutnya merupakan ruangan pengemasan. Butiran obat dikemas dalam kaplet berisi 10 butir. Produsen PCC menggunakan merek obat yang cukup ternama untuk dipalsukan.
"Jadinya banyak, sehari bisa 9 juta butir," tandas Buwas sambil menunjukkan obat yang sudah dikemas kaplet.
Selain kaplet, obat PCC maupun Dextro yang diproduksi juga diolah per seribu butir satu plastik. Kemudian dikemas dalam dos dan dikirim ke pemesan yang rata-rata berada di Kalimantan.
Ruangan-ruangan yang digunakan untuk tempat produksi dan pengemasan dilengkapi dengan tembok kedap suara berwarna kuning. Fungsinya agar para tetangga tidak tahu ada aktivitas mesin di rumah yang disewa tersangka bernama Joni itu.
![]() |
"Ini bukan tidak profesional. Di dalam mesin cetak canggih sudah khusus, kedap suara. Jadi di sini tidak kena (suaranya), tertutup," pungkas Buwas.
Untuk diketahui, ada 13 tersangka yang diamankan termasuk Joni. Keuntungan bersih yang diperoleh Joni dan jaringannya bernama Ronggo mencapai Rp 2,7 miliar. Indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) juga akan ditelusuri. (alg/bgs)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini