WALHI Ungkap 3 Ancaman Kelestarian Karst Gunung Sewu Jawa, Apa Saja?

WALHI Ungkap 3 Ancaman Kelestarian Karst Gunung Sewu Jawa, Apa Saja?

Usman Hadi - detikNews
Jumat, 24 Nov 2017 11:31 WIB
WALHI Ungkap 3 Ancaman Kelestarian Karst Gunung Sewu Jawa, Apa Saja?
Konferensi pers di kantor WALHI DIY. Foto: Usman Hadi
Yogyakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengungkap ada 3 ancaman yang membayangi kelestarian karst Gunung Sewu di Pulau Jawa. Ketiga ancaman itu salah satunya adalah pembangunan Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) di Jawa bagian selatan.

"Kerusakan bukit karst telah terlihat jelas karena pembangunan infrastruktur Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS)," kata Direktur Eksekutif WALHI DIY, Halik Sandera kepada wartawan di Kantor WALHI DIY, Jalan Nyi Pembayun No 14 A, Prenggan, Kotagede, Kota Yogyakarta, Jumat (24/11/2017).

Kawasan Karst Gunung Sewu di Pulau Jawa membentang dari Bantul dan Gunungkidul di DIY, sampai ke Wonogiri di Jawa Tengah dan Pacitan di Jawa Timur. Namun, kata Halik, keberadaan kawasan karst ini makin terancam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"(Ancaman kedua) Keberadaan tambang batu gamping baik legal maupun ilegal dan pengembangan industri pariwisata dengan konsep pembangunan skala besar seperti disertai hotel atau resort semakin mengancam (karst)," paparnya.

Menurut Halik, konsep pariwisata massal juga turut mengancam ekosistem karst. Oleh karena diperlukan tindakan tegas dari pemerintah, salah satunya dengan membatasi jumlah pengunjung atau wisatawan di kawasan karst.

"Kami meminta pemerintah segera melahirkan kebijakan perlindungan ekosistem esensial, termasuk karst. Kebijakan itu harus komprehensif, berprespektif keadilan ekologis dan bukan eksploitatif," ucapnya.

Selanjutnya pihaknya meminta, wewenang pengelolaan karst sebaiknya ditaruh dalam suatu lembaga atau kementerian. Tugas lembaga ini yakni melindungi keberadaan kawasan karst di seluruh Indonesia.

"Dengan begitu upaya perlindungan (kawasan karst) bisa dilaksanakan secara menyeluruh dan terkoordinasi tanpa terpengaruh ego sektoral antar lembaga atau antar kementerian pemerintah," ungkapnya.

WALHI juga meminta setiap kebijakan pengelolaan dan perlindungan kawasan karst juga mengakui Wilayah Kelola Rakyat. Tujuannya agar masyarakat sekitar kawasan karst dilibatkan dalam perumusan kebijakan.

"Kemudian dalam jangka pendek harus diterbitkan moratorium penerbitan perizinan industri ekstraktif baru pada kawasan ekosistem karst. Lalu juga melakukan review terhadap izin-izin (industri) lama," jabarnya.

Manajer Kampanye Pangan, Air dan Ekosistem Esensial, Eksekutif Nasional WALHI Indonesia, Wahyu A Perdana menambahkan, tiap pemda juga harus membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Ketentuan itu, kata Wahyu, adalah amanat UU 32/2009.

"KLHS itu untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah. Baik itu kebijakan, rencana maupun program," tutupnya. (skm/skm)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads