Sejak pukul 07.00 WIB, warga dengan membawa alat buru sederhana seperti kayu, ketapel, sabit dan lain-lain, warga berkumpul di rumah Kepala Dusun, Slamet Irawan. Mereka kemudian bersama-sama menuju di kebun untuk berburu tupai yang dikenal dengan sebutan gopyak bajing.
Mereka berjalan menuju kebun yang mayoritas ditanami durian tersebut, sambil melihat ke atas pohon untuk mengamati bajing. Mereka sambil berteriak-teriak, saat berjalan menuju ladang salah satu warga. Bajing biasanya bersarang di pohon kelapa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sambil berteriak-teriak, seekor bajing dari pohon kelapa jatuh di tanah, warga pun bersiap memukulnya. Saat itu, mendapatkan buruan satu ekor bajing berjenis kelamin betina. Perburuan pun dilanjutkan menuju lahan kopi, ketika itu dari kejauhan terdengar teriakan kegembiraan mendapatkan satu ekor bajing lagi yang masih kecil jenis jantan. Dua ekor bajing sudah didapatkan warga.
![]() |
Kepala Dusun Candisari, Desa Kelurahan, Slamet Irawan mengatakan, tradisi gobyak bajing atau berburu bajing dilakukan tiap Kamis Legi pada bulan Safar. "Berburu secara tradisional dengan peralatan seadanya untuk mencari dua ekor bajing. Dua ekor bajing untuk persyaratan merti dusun," kata Slamet di sela-sela berburu, Kamis (2/10/2017).
Dalam berburu tersebut hingga pukul 08.00 WIB, sudah berhasil dapat dua ekor. Dua ekor bajing ini, katanya, akan dipanggang terus ditempatkan di ancak (ayaman dari bambu) tempat sesaji. "Satu ekor yang telah dipanggang nantinya ditaruh kamar tidur saya selaku Kadus. Satu lagi ditaruh di sumber mata air dusun," kata dia.
Tradisi gobyak bajing, kata dia, telah dilakukan secara turun temurun. Kemudian, untuk kenduri merti dusun yang akan dilangsungkan setelah salat Jumat. Syaratnya harus dua ekor, jika dalam sehari belum mendapatkan akan dilanjutkan hari esoknya. "Nanti menjelang kenduri, sesaji bajing yang dipanggang kami ambil untuk dimakan bersama," ujarnya.
Adapun filosofi dari berburu bajing, katanya, untuk membuang kejelekan. "Bajing kan termasuk hama, khususnya di sini memakan durian dan kelapa," kata Slamet.
Dalam tradisi gobyak bajing tersebut, diikuti semua warga, bahkan ada yang libur kerja. Mereka itu ikut dalam tradisi gobyak bajing tersebut. "Kami libur nyopir truk yang biasa membawa muatan pasir dari Muntilan menuju Semarang," ujar Rustiyono (45).
Ia yang menjadi sopir truk sejak 1993-an tersebut semenjak tahun 2005 setiap ada tradisi gobyak bajing libur kerja. "Kami semenjak tahun 2005 libur kerja untuk ikut ini. Karena sebelumnya tetap kerja, tapi di jalan ada saja cobaannya," katanya. (bgs/bgs)