Namun petani salak tidak mampu mengekspor sendiri karena mahalnya ongkos pengiriman. Selain itu, waktu pengiriman yang lama mengakibatkan salak membusuk.
Petani salak di Sleman, Maryono yang juga Ketua Asosiasi Petani Salak Prima Sembada Sleman mengatakan, ekspor yang sampai saat ini rutin dilakukan adalah ke China. Ekspor ke China ini setiap minggu mencapai 1-2 ton. Sebelumnya juga pernah mengekspor ke Australia dan Thailand. Tetapi ekspor salak ini masih dilakukan oleh eksportir belum petani sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dulu pernah mencoba menggunakan kontainer ke China. Tetapi jangka waktu untuk sampai ke China cukup lama sekitar 2 mingguan. Petani saat ini bekerjasama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Yogyakarta agar bisa menemukan pengawet alami sehingga salak bisa tahan lebih lama.
"Harga salak untuk di eskpor ini lebih tinggi dari harga lokal atau pengepul," kata Maryono.
![]() |
Saat ini, salak Sleman mulai di ekspor ke Selandia Baru. Meski per minggu hanya 100 kg pada awal ini. Namu diharapkan akan menjadi langkah awal untul menembus pasar ekspor yang lebih luas.
Maryono mengaku, di asosiasi yang ia bawahi yang beranggotakan 1.400 petani mampu memproduksi 4 ribu ton per tahun. Sehingga petani berharap bisa menembus pasar ekspor yang lebih luas untuk memasarkan salak yang dihasilkan petani tersebut.
"Siap produksi salak kualitas ekspor. Harapanya ini bisa menjadi awal serapan pasar yang lebih besar ke New Zealand," katanya.
Kepala Badan Karantina Pertanian Kementrian Pertanian, Banun Harpini mengatakan salak Sleman dapat diterima di New Zealand merupakan langkah awal untuk pasar yang lebih luas lagi. Apalagi New Zealand adalah negara yang menerapkan kualitas standar yang cukup tinggi. Diharapkan ini bisa menjadi pemicu untuk masuk ke negara-negara lain.
"Sekarang ini kita terbangkan baru 100 Kg, ini perdana. Potensi di Sleman ini cukup tinggi," kata Banun Harpini.
(bgs/bgs)