Dalam bahasa Jawa, kere berarti miskin. Lalu apakah sate kere hanya dimakan oleh orang miskin? Sate kere sebenarnya ialah sate dari tempe gembus atau sate dengan bahan utama ampas tahu. Karena tidak mampu membeli daging, dulunya orang miskin memilih sate gembus sebagai gantinya.
Menurut pedagang sate kere di Solo, Yu Ngatmi, sate kere saat ini tidak hanya dikenal sate gembusnya, namun satu paket dengan sate daging dan jerohan sapi. Harganya pun saat ini cenderung tidak terjangkau untuk kalangan miskin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sate kere enak rasane, larang regane (sate kere enak rasanya, mahal harganya)," lanjutnya berseloroh.
Baca juga: Salah Satu Menu di Pernikahan Kahiyang-Bobby: 4.000 Porsi Sate Kere
Di tempat Yu Ngatmi yang merupakan pedagang kaki lima, satu porsi sate kere dijual Rp 25 ribu. Isinya ialah 11 tusuk sate, lontong dan sambal kacang.
"Ada kikil, ada iso, babat, ginjal, tetelan, tempe dele (kedelai), tempe gembus," ujar pedagang yang telah berjualan sate kere selama puluhan tahun itu.
Sate kere sebelum dibakar. (Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom) |
Yu Ngatmi dan adiknya, Tugiyem, biasa berjualan pukul 13.00-17.00 WIB. Lokasinya sekitar 50 meter di utara simpang empat Widuran.
Selain Yu Ngatmi, sate kere juga dapat dijumpai di warung Yu Rebi di Jalan Kebangkitan Nasional. Kemudian ada juga pedagang kaki lima di depan Sami Luwes, depan Plaza Singosaren dan depan Pasar Ngarsopuro. Di Solo kita juga akan menemukan sate kere dijual secara keliling. (mbr/mbr)












































Sate kere sebelum dibakar. (Foto: Bayu Ardi Isnanto/detikcom)